Karena itu, tidak aneh apabila pernyataan Israel, terkait dengan roket yang disita dari sebuah kapal yang melintas di Laut Merah, segera mengundang reaksi dari Iran. Israel secara jelas menyatakan, roket-roket tersebut dikirim oleh Iran untuk Hamas di Jalur Gaza.
Menurut pihak Israel, roket-roket tersebut berasal dari Suriah. Dari Suriah, senjata-senjata itu dikapalkan ke Sudan. Kemudian dari Sudan, lewat jalan darat, dibawa ke Jalur Gaza, melalui Mesir dan Semenanjung Sinai.
Koran the Jerusalem Post, mengutip pernyataan intelijen Israel, menulis, pada akhir 2013, Hamas memiliki 5.000 roket jarak pendek dan lusinan roket jarak menengah. Sementara Hezbollah, yang juga dipasok oleh Iran, memiliki 100.000 roket.
Semua itu adalah versi Tel Aviv. Tentu Teheran membantahnya. Bahkan, menurut Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, yang tengah berada di Jakarta, tuduhan Israel itu adalah bagian dari usahanya untuk menggagalkan proses perundingan internasional soal program nuklir Israel yang kini tengah berlangsung.
Sebenarnya tidaklah mengherankan kalau kedua negara itu saling berbantahan; bahkan sama-sama pernah mengancam akan menyerang secara militer. Selama beberapa dekade terakhir, kedua negara saling memandang sebagai rival di kawasan. Iran memandang Israel bertekad untuk menghalangi sistem revolusi Iran, sebaliknya Israel memandang Iran sebagai penghalang bagi berdirinya negara Yahudi, baik secara strategis maupun ideologis.
Sekarang ini, para pemimpin Israel melihat setiap ancaman regional lewat prisma Iran. Misalnya, ancaman dari kelompok Hezbollah di Lebanon Selatan. Tel Aviv melihat bahwa Hezbollah adalah kepanjangan tangan dari Teheran, bahkan juga Hamas di Jalur Gaza. Sebaliknya, Iran melihat Israel sebagai "kanker bagi Timur Tengah" yang menyebabkan banyak persoalan. Karena itu, harus disingkirkan. Israel harus dihapus dari peta bumi.
Perbedaan pandangan, persepsi, dan kepentingan, baik ideologis maupun strategis seperti di atas, tentu memberikan sumbangan bagi terancamnya perdamaian dunia; atau sekurang-kurangnya perdamaian di kawasan. Karena itu, bagaimana mempertemukan keduanya, atau sekurang-kurangnya menyatukan pandangan dan persepsi tentang ancaman sehingga akan memberikan sumbangan besar bagi penciptaan perdamaian di kawasan. Hal tersebut tidak mudah dan bahkan cenderung mustahil untuk saat ini.
Namun, kita tetap berharap dengan semakin terbukanya Iran—menjalin hubungan dengan Barat dan AS serta bersedia bernegosiasi soal program nuklir—akan membuka mata Israel bahwa masih ada jalan untuk damai
http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005312007
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar