Berbagai kalangan merasa ngeri, bahkan mungkin juga horor, lebih-lebih karena ledakan menimpa amunisi senjata, yang memang pada dasarnya sangat berbahaya. Tidak sedikit pula orang mengekspresikan keprihatinan.
Dampak ledakan, yang terdengar jauh sampai 5 kilometer, tidaklah kecil. Paling tidak seorang prajurit tewas, sementara puluhan orang lagi cedera. Kerugian harta benda juga tidak sedikit karena sejumlah bangunan rusak berat.
Efek publikasi dan demonstratif atas kejadian di kawasan Tanjung Priok itu termasuk tinggi, lebih-lebih di era multimedia sekarang ini. Insiden itu disiarkan seketika dan serempak, termasuk oleh media sosial. Seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi, cepat pula muncul berbagai spekulasi tentang penyebab ledakan.
Namun, sebelum merebak berbagai spekulasi simpang siur, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Marsetio bertindak cepat dengan menegaskan, kasus ledakan murni kecelakaan, tidak ada unsur sabotase. Tidak kalah penting, Marsetio menegaskan sudah membentuk tim investigasi untuk menyelidiki lebih jauh tentang penyebab ledakan. Langkah investigasi sangatlah diperlukan, tidak hanya untuk menyingkap penyebab ledakan sesungguhnya, tetapi terutama untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa.
Perlu dikemukakan, sudah pasti, kalangan TNI secara profesional mengikuti standar pengamanan dalam menjaga amunisi persenjataan. Namun, dalam kenyataannya, terjadi beberapa kasus ledakan amunisi, termasuk ledakan besar di gudang amunisi Korps Marinir Cilandak, Jakarta Selatan, tahun 1984, yang menewaskan 15 orang.
Dengan mengangkat sejumlah kasus ledakan amunisi persenjataan, tidak lain dimaksudkan untuk menekankan lagi betapa pentingnya budaya perawatan dan pengamanan tinggi terhadap properti yang tergolong vital. Ancaman bahaya ledakan amunisi senjata sebenarnya tergolong insiden yang dapat dicegah karena dapat diantisipasi. Tidak dapat disejajarkan dengan ancaman bencana alam, seperti tsunami atau gempa tektonik yang sulit diramalkan.
Salah satu bentuk antisipasi untuk mencegah bahaya ledak tentu saja melakukan kontrol dan perawatan terus-menerus. Namun, sering disebut-sebut salah satu kelemahan utama bangsa Indonesia adalah kedodoran dalam budaya menjaga, merawat, dan mempertahankan atas apa yang sudah dibangun, termasuk yang nilainya mahal.
Banyak gedung, jembatan, dan jalan, misalnya, bisa dibangun baik dengan biaya tinggi, tetapi cepat rusak karena ditelantarkan, tidak dirawat. Lebih konyol lagi tentu saja dalam kasus lingkungan. Banyak orang tahu penyebab banjir, antara lain, karena kehancuran hutan, tetapi penggundulan hutan justru terus dibiarkan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005290547
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar