Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 26 Agustus 2014

TAJUK RENCANA Kelangkaan BBM (Kompas)

SEBAGAI konsekuensi dari pembatasan penyaluran bahan bakar minyak bersubsidi, kelangkaan solar dan premium mulai dirasakan di sejumlah daerah.
Belum jelas tindakan apa yang akan ditempuh pemerintah agar kelangkaan yang kian meluas ini tak sampai memunculkan keresahan dan gejolak di masyarakat. Yang pasti, tidak bisa dengan dalih kuota tak boleh dilanggar, barang yang begitu vital bagi masyarakat dibiarkan menghilang dari pasaran.

Tanggung jawab pemerintah untuk menjamin BBM tetap ada di pasar. Kita juga mempertanyakan pernyataan pihak Pertamina yang menyebutkan, karena pembatasan dilakukan dalam rangka mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi agar tak melebihi kuota, ada kemungkinan kondisi ini diperkirakan berlangsung hingga akhir tahun.

Kita memahami Pertamina dihadapkan pada dilema pelik menjaga kuota BBM bersubsidi agar cukup hingga Desember 2014. Sebagai bagian dari upaya menekan defisit APBN, kuota BBM bersubsidi dipangkas dari 48 juta kl menjadi 46 juta kl pada APBN Perubahan 2014. Untuk penyaluran BBM bersubsidi di atas angka itu, pemerintah tak akan membayarkan subsidinya kepada Pertamina.

Maka yang coba dilakukan Pertamina adalah membatasi penyaluran BBM bersubsidi secara prorata dengan menetapkan kuota harian dan mengurangi jatah SPBU. Persoalannya, dampak yang diakibatkan oleh pembatasan ini dirasakan bukan hanya oleh pemilik kendaraan pribadi.

Warga kesulitan mendapatkan BBM. Aktivitas ekonomi, termasuk distribusi logistik, juga lumpuh atau terganggu. Petani dan nelayan kecil yang perlu solar serta premium untuk irigasi dan melaut juga terkena imbasnya.

Di sejumlah daerah, kelangkaan bahkan bukan hanya terjadi pada BBM bersubsidi, melainkan juga nonsubsidi. Artinya, langkah pembatasan kembali membebani secara tak adil pada masyarakat kecil yang bukan hanya dihadapkan pada kenaikan harga BBM, melainkan juga kelangkaan. Belum lagi dampak lain seperti kenaikan harga-harga barang akibat pembatasan BBM bersubsidi.

Dari sisi substansi, langkah ini juga tak menyelesaikan bom waktu persoalan subsidi BBM karena angka subsidi tetap besar. Ibaratnya, pemerintah hanya buying time. Kita sepakat, subsidi BBM harus dikurangi agar APBN sehat dan pembangunan ekonomi bergerak. Tanpa pembatasan, berapa pun BBM bersubsidi disalurkan akan habis sekejap.

Pemerintah terkesan menghindari penyelesaian masalah dengan melemparkan tanggung jawab ke pemerintah baru. Bukan kali ini saja pembatasan ditempuh. Pengalaman selama ini, pembatasan yang mekanismenya tak disiapkan dengan baik hanya memunculkan persoalan baru.

Akrobat pemerintah dengan subsidi energi—mencapai Rp 300 triliun lebih tahun 2014 dan diperkirakan Rp 500 triliun tahun 2015—tak semestinya terjadi seandainya pemerintah dari awal tak menunda menempuh langkah berani untuk memangkas. Ke depan, opsi pembatasan saja tak cukup. Bangsa kita harus disadarkan, era minyak murah telah lama berlalu dan kita tak mau terus tersandera subsidi.

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008516602
Powered by Telkomsel BlackBerry®

1 komentar:

  1. oh iyah tema tajuk tsb apa yah, ini buat tugas skolah saya :)

    BalasHapus

Powered By Blogger