Dalam menjalankan pemerintahan ada ungkapan gouverner c'est prévoir. Menjalankan pemerintahan adalah mengantisipasi, melihat ke depan, merencanakan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden terpilih Joko Widodo bertemu di Nusa Dua, Bali, Rabu malam. Joko Widodo kepada wartawan sebelumnya mengatakan, fokus pembicaraan adalah RAPBN 2015. Namun, sulit mengharapkan pembahasan rinci dalam pembicaraan ini.
Pemerintahan Presiden Yudhoyono mengajukan RAPBN 2015 pada 16 Agustus kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pada saat itu, presiden terpilih belum ditetapkan karena hasil pemilihan presiden masih digugat ke Mahkamah Konstitusi.
Struktur RAPBN 2015 akan menentukan bagaimana janji kampanye Joko Widodo-Jusuf Kalla terwujud pada tahun pertama pemerintahannya. Pembahasan RAPBN 2015 akan rampung pada akhir September 2014. Hanya tersisa satu bulan bagi presiden terpilih ikut membahas RAPBN meski terbuka peluang mengajukan APBN perubahan pada Februari 2015.
Ada sejumlah persoalan perekonomian akan diwarisi pemerintah mendatang. Meskipun besar pengeluaran dianggarkan Rp 2.020 triliun atau bertambah Rp 143 triliun dari pagu APBN Perubahan 2014, sebagian besar digunakan membiayai pengeluaran mengikat. Yang hangat dibincangkan adalah subsidi energi, termasuk bahan bakar minyak, yang bertambah Rp 44,6 triliun. Selain itu, ada pertambahan pembayaran bunga utang Rp 18,5 triliun dan transfer daerah Rp 43,5 triliun, selain anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN.
Pemerintah baru juga dihadapkan dengan isu global. Pada akhir 2015 berlaku kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan menghapus bea masuk barang dan jasa dari sesama anggota. Perekonomian global belum menunjukkan pemulihan meyakinkan, bahkan diperkirakan tahun depan AS mengurangi stimulus fiskal di pasar uang yang dapat memengaruhi neraca perdagangan Indonesia.
Indonesia memiliki sejumlah keunggulan terberi, yaitu penduduk yang jumlahnya besar dan muda, kelas menengah yang bertumbuh, dan sumber daya alam. Penduduk usia muda dapat menjadi tenaga kerja produktif sekaligus konsumen produk industri manufaktur dan jasa. Namun, industri dalam negeri ternyata membutuhkan bahan baku impor sehingga menambah beban neraca perdagangan.
Pemerintah baru sudah mengetahui banyak persoalan menyangkut perekonomian makro. Karena itu, menjadi tantangan bagi pemerintah baru untuk mengantisipasi, membuat perencanaan terbaik berdasarkan pilihan yang tersedia dengan mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi pemerintahan.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008559858
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar