Perdana menteri (PM) baru Irak Haider al-Abadi, walaupun berasal dari kelompok Syiah, memasukkan wakil dari kelompok Syiah, kelompok Sunni, dan kelompok minoritas Kurdi dalam kabinetnya. Berbeda dengan mantan PM Irak Nouri al-Maliki yang juga berasal dari kelompok Syiah, tetapi kabinetnya didominasi oleh kelompok Syiah.
Memang masih ada dua posisi yang lowong dalam kabinet Abadi, yakni menteri pertahanan dan menteri dalam negeri. Sebelumnya, jabatan menteri pertahanan diberikan kepada kelompok Sunni dan menteri dalam negeri diisi oleh wakil kelompok Syiah. PM Abadi meminta diberi waktu satu minggu untuk mengisi dua posisi itu.
Kita berharap dua posisi tersebut tetap diisi sesuai dengan tradisi yang berlangsung selama ini. Hal itu karena kabinet yang memasukkan semua kelompok masyarakat di Irak itu akan menjadi modal bagi Irak untuk melawan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Dukungan terhadap kabinet inklusif Irak langsung bermunculan. Sekretaris Jenderal Liga Arab Nabil al-Arabi menyampaikan dukungan kepada pemerintahan baru di Baghdad, serta mendukung langkah mereka menangkal terorisme. Ucapan yang sama juga datang dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon, Presiden Iran Hassan Rouhani, dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry. Kerry menyebut kabinet baru Irak sebagai "tonggak utama" dan "landasan" bagi negara itu dalam perang melawan radikalisme.
Puji-pujian terhadap kabinet baru Irak itu tidak dibuat-buat. Tanpa keikutsertaan kelompok Syiah, Sunni, dan Kurdi di dalam kabinet akan sulit bagi Irak meredam serangan dari kelompok militan Sunni yang menamakan diri NIIS. Pemerintahan PM sebelumnya, Nouri al-Maliki, yang didominasi kelompok Syiah, telah merasakan sulitnya menggalang dukungan dari dalam negeri dan luar negeri untuk melawan serangan NIIS.
Kini, semua dukungan itu telah dimiliki pemerintahan baru Irak sehingga ada harapan bahwa serangan dari NIIS dapat segera diredam dan diatasi. Apalagi John Kerry, Selasa, langsung mengadakan lawatan ke Timur Tengah guna menggalang koalisi untuk melawan NIIS.
Lawatan Kerry ini dinilai memiliki legitimasi yang sangat kuat karena dilakukan menyusul sidang Liga Arab di Kairo, Mesir, Minggu lalu, yang secara bulat bersepakat untuk memerangi NIIS. Koalisi yang akan digalang Kerry di Timur Tengah itu diharapkan dapat menghancurkan basis dan jaringan NIIS di wilayah Irak, dan pada tahap selanjutnya juga di Suriah.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000008817572
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar