Menurut exit poll, pemilu presiden dimenangi tokoh lama Beji Caid Essebsi (88). Ia meraih 55 persen suara, sedangkan lawannya, tokoh pembela hak-hak asasi manusia dan presiden petahana, Moncef Marzouki (69), memperoleh 45 persen suara. Namun, Marzouki menolak mengakui hasil exit poll dan kekalahannya itu. Dia bahkan mengatakan deklarasi kemenangan oleh Essebsi sebagai "tidak demokratis".
Tidak bisa disalahkan kalau Marzouki belum mengakui exit poll mengingat hasil pemilu yang sah masih harus menunggu penghitungan akhir dari Komisi Pemilu. Akan tetapi, kalau pada akhirnya nanti hasil resmi penghitungan suara tetap memberikan kemenangan kepada Essebsi, tak ada pilihan lain bagi Marzouki kecuali mengakui pilihan rakyat tersebut.
Rakyat Tunisia berharap kondisi yang terjadi itu tidak menimbulkan konflik setelah pemilu. Mereka sudah lelah dengan hiruk-pikuk politik dengan segala macam ketegangan dan konfliknya selama tiga tahun masa transisi; selama masa penyusunan konstitusi. Oleh karena itu, kebesaran hati dan jiwa serta sikap kenegarawanan Marzouki sangat diharapkan rakyat Tunisia.
Inilah demokrasi. Inilah capaian besar Tunisia, negeri pengobar revolusi "Arab Spring" 2011; sebuah revolusi yang berhasil menumbangkan seorang pemimpin yang korup, pemimpin diktator, Zine al-Abidine Ben Ali.
Keberhasilan Tunisia itu menyebarkan virus revolusi ke negara-negara tetangga, seperti Mesir, Libya, Yaman, dan Suriah, yang hingga kini belum selesai. Hal ini juga membenarkan demonstration effect theory. Peristiwa revolusioner di satu tempat dapat bertindak sebagai katalis untuk proses revolusioner di tempat lain di sekitar titik dan waktu yang sama.
Dalam pemilu putaran pertama, Essebsi, yang menjanjikan stabilitas dan gengsi Tunisia, meraih 39 persen suara, sedangkan Marzouki hanya mendapat 33 persen suara. Apakah terpilihnya Essebsi, birokrat rezim lama itu, menandai bahwa Tunisia akan kembali ke masa lalu?
Tentu janji "stabilitas" Essebsi menjadi magnet rakyat Tunisia yang saat ini mulai bangkit setelah urusan politik yang hiruk-pikuk selesai. Apalagi Tunisia menghadapi "bahaya" radikalisme yang mungkin masuk dari dua tetangganya: Aljazair (sebelah barat) dan Libya (sebelah timur).
Kini, Tunisia melangkah ke gerbang babak baru. Kita harapkan, keberhasilan Tunisia akan menular ke negara-negara tetangga, seperti memberikan ruang gerak leluasa kepada masyarakat madani dan membangun masyarakat yang toleran.
Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000010827706
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tidak ada komentar:
Posting Komentar