Dalam berita edisi Kamis, 24 Agustus, "Galau Hadapi Hama Padi", reporter Kompas menulis bahwa untuk kesekian kali sebagian petani di Jawa Barat tertunduk lesu karena minim inovasi dan mitigasi bertani. Hama setiap hari semakin kuat menghantam harapan mereka hidup lebih sejahtera.
Sawah seorang petani diserang wereng coklat. Ia hanya mendapat sekitar 2 kuintal gabah kering giling atau setara Rp 800.000. Jumlah itu jauh dari modal tanam yang harus ia keluarkan: Rp 7 juta. Sebagian modal di antaranya ia dapatkan dari berutang.
Selanjutnya dituliskan, tahun ini hama terus datang seperti tak memberi petani kesempatan bernapas. Belum selesai wereng, tikus datang lagi menebar ancaman. Trauma warga muncul lagi. Sekitar 12 tahun lalu tikus menggerogoti banyak padi petani. Tetua desa melakukan ritual khusus mengusir tikus. Hasilnya nihil. Cara itu tak berhasil. Petani tetap gagal panen.
Subang dan Indramayu ditetapkan sebagai bagian dari lumbung beras nasional. Jaraknya hanya 2-3 jam dari Jakarta. Mengapa sampai saat ini petani di sana seperti dibiarkan mengadu nasib sendiri? Datang dan lihatlah. Di tengah terik bapak-bapak dan ibu-ibu yang petani tertunduk lesu melihat tanaman padi mereka diserang hama wereng coklat, tikus, dan penyakit kerdil hampa.
Sepanjang perjalanan di sana tidak terlihat sarana laboratorium penelitian dan solusi dari ahli pertanian, padahal Indonesia negara agraris dengan sekian lembaga pendidikan pertanian terkenal.
JIMMY SANDJAJA, TANJUNG DUREN SELATAN, JAKARTA BARAT
Gaji Belum Dibayar
Saya seorang single parent dengan dua anak. Saya sudah 25 tahun bekerja di anak perusahaan swasta Yayasan Dana Pensiun PT Merpati Nusantara.
Di perusahaan tersebut, gaji 21 karyawan November-Desember 2016 dan gaji lima karyawan untuk Maret 2017 belum dibayar. Iuran BPJS Ketenagakerjaan dari Oktober 2015 sampai saat ini belum disetorkan perusahaan ke BPJS Cabang Gambir. Cicilan pinjaman karyawan juga belum disetorkan perusahaan ke Bank BRI Cabang Segitiga Senen, Jakarta Pusat. Namun, gaji kami sudah dipotong.
Per Januari 2017 perusahaan merumahkan sembilan karyawan dengan gaji 25 persen tanpa kesepakatan tertulis. Uang pesangon karyawan yang sudah setahun pensiun belum dibayar.
Maka, kami melapor ke Disnaker Tanah Abang, Jakarta Pusat, 2 Mei. Juga ke LBH Jakarta dan Komnas HAM Jakarta. Disnaker Tanah Abang sudah datang memeriksa perusahaan kami.
Saya sendiri tidak dapat THR dan sudah melapor ke Posko THR pada 21 Juni 2017 di Kementerian Tenaga Kerja dengan tembusan surat kepada Gubernur DKI Jakarta. Saya sudah melapor ke Ombudsman, tetapi hingga saat ini saya dan teman-teman tidak mendapat hak kami atas gaji yang tertunda, hak THR, dan hak-hak lainnya, bahkan gaji Mei-Agustus 2017. Ke mana lagi kami mengadu?
FIDYA SEPTIRA, PEGADUNGAN, KALIDERES, JAKARTA BARAT
Pustakawan dan Penyaring Hoaks
Bagai racun yang menyebar di dalam tubuh setelah digigit ular berbisa. Itulah gambaran bagi netizen di Indonesia yang terlalu nyaman menyantap hoaks yang bisa memicu pecahnya persatuan bangsa. Pemicunya acap kali penerima tidak menyaring informasi entah dari mana.
Sebenarnya di sekitar mereka telah hadir profesi pustakawan sebagai the guardian of information. Pustakawan bisa memberi pengawalan informasi yang diterima pemustakanya (pengguna perpustakaan). Tertuang pada UU No 43/2007 tentang Perpustakaan, perpustakaan (pustakawan di dalamnya) diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat.
Berfungsi sebagai wahana pendidikan untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa, pustakawan memiliki tujuan memberi layanan kepada pemustaka serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan bangsa.
Maka, pustakawan bertanggung jawab atas perilaku penggunanya. Siswa sekolah menjadi tanggung jawab pustakawan sekolah. Warga kampus jadi tanggung jawab pustakawan universitas.
Begitu pula warga Indonesia jadi tanggung jawab Perpustakaan Nasional. Bakal hadir pedoman internet sehat oleh pemerintah. Kiranya pemerintah memberi peran kepada pustakawan dalam panduan itu.
DICKI AGUS NUGROHO, PUSTAKAWAN UNIVERSITAS TIDAR, MAGELANG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar