Pelantikan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan secara tertutup dan diam-diam di ruang kerja Kapolri, Rabu, 22 April 2015, memang memicu spekulasi dan pertanyaan. Resistensi sebagian masyarakat, khususnya aktivis LSM dan akademisi, terhadap Budi Gunawan harus diakui masih cukup tinggi. Itu juga tecermin dalam kicauan di media sosial, seperti Twitter.
Budi Gunawan sebelumnya adalah calon Kapolri yang sudah lolos uji kelayakan dan kepatutan DPR, tetapi tidak dilantik Presiden Joko Widodo. Presiden beralasan karena ada pro dan kontra di masyarakat. Budi sempat ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, tetapi penetapan tersangka itu dianulir hakim praperadilan Sarpin Rizaldi yang juga menuai kontroversi.
Dalam konteks itulah pernyataan Badrodin, "Tidak ada matahari kembar, dan komando Polri di tangan saya", menjadi relevan, kontekstual, dan penting. Pernyataan Badrodin seakan menjawab kekhawatiran publik bahwa bisa terjadi insubordinasi dalam tubuh kepolisian. Persepsi itu muncul—meski karena perbedaan persepsi dan konsep—dari apa yang disampaikan Presiden Jokowi beberapa kali jangan ada kriminalisasi, tetapi faktanya ada tindakan kepolisian yang dipersepsi publik sebagai kriminalisasi.
Terlepas dari kontroversi yang terjadi, dan mungkin juga merupakan sebuah kompromi politik, pelantikan Budi Gunawan sebagai Wakil Kepala Polri sudah menjadi fakta politik. Presiden Jokowi pun memerintahkan Kepala Polri untuk memperkuat kinerja kelembagaan, memperbaiki mekanisme pengawasan internal, dan membenahi sumber daya manusia. Instruksi Presiden itu harus dilaksanakan kepolisian.
Kini, menjadi tugas Kapolri Badrodin menata kelembagaan internal kepolisian, memperbaiki layanan masyarakat, serta memperbaiki hubungan dengan lembaga lain, khususnya dengan KPK. Namun, yang justru paling penting dari itu semua adalah bagaimana Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti dan Wakil Kepala Polri Komjen Budi Gunawan bisa kembali meraih kepercayaan publik yang sedang menurun terhadap kepolisian. Polri juga harus bisa bekerja sama dengan KPK untuk memberantas korupsi di negeri ini. Para pejabat Polri harus juga taat hukum untuk melaporkan kekayaan kepada instansi berwenang.
Polisi yang anggotanya lebih dari 400.000 orang harus berada dalam satu kesatuan komando. Anggota Polri harus tunduk kepada pimpinan kepolisian dan tunduk juga kepada Presiden sebagai pemimpin tertinggi kepolisian. Tanpa ada kesatuan komando, kita tak bisa membayangkan bagaimana konsolidasi kepolisian akan dilakukan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Komando di Tangan Saya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar