Seorang pendekar dielu-elukan warga setelah jurusnya yang mematikan mampu merobohkan gembong penjahat. Warga akhirnya lega mendapat pembebasan dari sang
Begitulah peran dan fungsi
Era kejayaan komik silat khas Indonesia memang telah lewat, berkat ketakpedulian negara memproteksi. Namun, komik telah membentuk kultur naratif generasi pembacanya mengenali konflik nilai, benturan berbagai watak tokoh, sekaligus penyelesaian konfliknya. Dalam diri pembaca, minimal tersisa keyakinan bahwa kejahatan bisa di- hancurkan oleh kebenaran. Imajinasi selalu lebih kaya daripada realitas di mana manusia menemukan kembali dunia ideal.
Berhadapan dengan realitas yang dikonstruksi kekuatan politik, ekonomi, sosial, dan budaya, publik tidak menemukan sosok
Di dalam fiksi, orang boleh bermimpi tentang segala yang ideal, surgawi. Namun, di dalam realitas, imajinasi mereka diatur dan ditertibkan oleh kekuasaan yang tak menghendaki nilai-nilai ideal itu terwujud. Justru di dalam distorsi atau jungkir-balik nilai-nilai itu, para penguasa, para penghamba materi dapat untung. Bahkan, distorsi nilai itu sengaja dibuat agar seluruh sistem ideal hidup bermasyarakat dan bernegara tak jalan, stagnan, beku, atau macet. Di sini para penguasa dan perekayasa sosial, politik, hukum, ekonomi, dan budaya meraih kemenangan.
Mengakali peraturan
Jangan kaget jika kita menemukan hakim yang sangat cerdik, tetapi pura-pura bodoh ketika ia mengakali peraturan dan undang-undang, demi memenangkan seorang koruptor berseragam resmi atau berdasi. Jangan heran pula jika institusi antikorupsi sengaja dilumpuhkan karena terlalu berbahaya bagi kaum koruptor berkuasa. Bagi para penyelenggara bermental korup, negeri ini tak lebih dari koloni kekayaan untuk dijarah. Sambil melantunkan lagu "Indonesia Raya", mereka membobol APBN, APBD, atau mengeksploitasi jabatan dan kekuasaannya meraup untung pribadi.
Negeri ini sudah bangkrut nilai, etik, dan moral. Banyak orang berubah jadi predator yang melaksanakan kekejaman dengan cara sopan. Karena itu, tak terlalu bermakna ketika muncul sedikit orang baik sebagai pemimpin. Sepuluh atau seratus orang baik tak akan mampu berbuat apa-apa menghadapi ratusan ribu bahkan jutaan orang bermental korup. Kekuasaan selalu berurusan dengan perimbangan kekuatan.
Krisis nilai negeri ini disebabkan korupsi yang dilakukan politik kartel, oligarki, maupun mafia. Negeri ini amat membutuhkan ribuan bahkan jutaan penyelenggara negara ala Eliot Ness, penegak hukum jujur berani yang mampu melumpuhkan gembong mafia Al Capone (film
Kita tidak berada di dunia komik, di mana kita bisa tidur nyenyak karena masih ada
INDRA TRANGGONOPEMERHATI KEBUDAYAAN
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 29 April 2015, di halaman 6 dengan judul "Tak Ada "Superhero""
Tidak ada komentar:
Posting Komentar