Insentif fiskal kerap disusun pemerintah untuk mendorong investasi agar target pertumbuhan ekonomi atau penciptaan lapangan kerja dapat tercapai. Hal yang sama berlaku dengan bea cukai. Efisiensi logistik, percepatan perdagangan, dan gemuruh ekonomi sebagian berhubungan dengan kinerja bea cukai. Pajak dan bea cukai pada titik ini bukan semata-mata instrumen kebijakan, melainkan juga "infrastruktur" ekonomi yang punya daya pengaruh luas terhadap pembangunan. Problemnya, negara berkembang amat lemah dalam menyusun aturan main (kelembagaan) yang memantik organisasi atau kebijakan menjadi berdaya. Indonesia jelas-jelas bukan pengecualian.
Menyangkut bea cukai ini, cukup banyak persoalan yang terjadi dan tak kunjung dirampungkan. Efisiensi logistik di Indonesia tergolong rapuh dan sebagian terkait dengan kinerja bea cukai. Sistem yang dibangun sampai hari ini belum mampu mempercepat pelayanan sehingga kedodoran menghadapi tekanan pergerakan ekonomi. Studi Bank Dunia (2011), misalnya,
Kondisi pelabuhan juga memilukan. Kapal-kapal yang akan bersandar harus berpikir keras karena persoalan klise, yakni jumlah dermaga yang terbatas, keberadaan
Celakanya, pada saat yang sama, Indonesia gencar meratifikasi perdagangan bebas atau blok perdagangan dengan negara/kawasan lain. Situasi ini menyebabkan arus transaksi perdagangan makin intensif, meskipun sedikit diperlambat krisis ekonomi global. Pemberlakuan perdagangan bebas dan eksistensi hambatan nontarif menghendaki kesigapan aparatur bea cukai memfasilitasi aneka kerumitan tersebut. Demikian pula praktik
Dari mana keruwetan ini mesti diurai? Pertama, struktur organisasi mesti dikaji kembali dan disesuaikan dengan dinamika di lapangan yang terus berubah. Struktur organisasi yang bagus selalu tak berjarak dengan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mengeksekusi tugas. Pembagian kerja tak boleh ada yang tumpang tindih atau ada mandat tertentu yang lowong. Kedua, pemanfaatan sistem informasi dan teknologi yang bisa memotong potensi penyimpangan dan efisiensi pelayanan. Deteksi penyimpangan harus bisa dicegah dari hulu sampai hilir dengan bekal sistem informasi dan teknologi itu. Ketiga, kualitas dan disiplin kerja aparatur mesti dibangun dengan sistem penghargaan dan penalti yang adil. Proses perekrutan, penempatan, dan penilaian kinerja memakai basis yang terang dan terukur sehingga iklim kerja menjadi sehat.
Jika sekarang bea cukai punya hajat memilih pemimpin (Dirjen Bea dan Cukai), tentunya kepemimpinan yang mampu memulihkan dan mengatasi persoalan berat menjadi prioritas. Integritas yang kuat dan kompetensi yang prima menjadi sandaran utama. Aktivitas di bea cukai membuka godaan
AHMAD ERANI YUSTIKA
EKONOM UNIVERSITAS BRAWIJAYA; DIREKTUR EKSEKUTIF INDEF
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar