Hal seperti ini bisa juga terjadi dalam lingkup perubahan politik. Setiap perubahan konstelasi politik berdampak pada eksistensi dan pola relasi aktor politisi ataupun partai politik di tengah fragmentasi kekuatan yang ada saat ini.
Partai Demokrat 10 tahun menjadi partai penguasa dan menempatkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai orang nomor satu di republik ini selama dua periode. Kini, SBY tak lagi menjabat presiden, dan partainya pun melorot ke urutan keempat di antara partai pemenang Pemilu Legislatif 2014. Akankah Demokrat mampu melewati fase transisi dari partai penguasa ke partai penyeimbang di luar kekuasaan? Salah satu ujian awalnya tentu saat Demokrat menggelar kongres ketiga di Surabaya, 11-13 Mei.
Formula SBY?
Hal menarik dianalisis lebih awal jelang kongres Partai Demokrat adalah formula SBY dalam meracik strategi yang akan dipakainya guna mengembalikan kepercayaan publik kepada Demokrat. Selain itu, SBY juga dihadapkan pada tantangan nyata untuk memilih mekanisme demokratisasi internal seperti apa yang akan dipakai di kongres nanti. Di hadapan SBY kini tersaji beragam opsi, seluruhnya memosisikan SBY sebagai aktor utama permainan.
Pertama, opsi pragmatis pemain tunggal (
Logika yang disuguhkan kemungkinan tak akan jauh-jauh dari kepentingan strategis partai yang memerlukan figur kuat dan pemersatu serta menghindari perpecahan internal dan argumen lain yang sejenis. Intinya, opsi ini memosisikan SBY sebagai "obat mujarab" sepanjang hayat untuk mencari titik keseimbangan politik Demokrat. Kongres akan diskenariokan menjadi proses sirkulasi elite yang seolah-olah tanpa gejolak akibat rivalitas dan perburuan kursi orang nomor satu di partai berlambang Mercy
Merujuk Vilpredo Pareto,
Kedua, opsi dramaturgi politik dengan cara membuka peluang adanya sosok penantang di luar SBY, tetapi di belakang layar sesungguhnya semua aktor petarung dikendalikan SBY sendiri. Kandidat yang muncul bisa lebih dari satu dan mendeklariskan diri sebagai calon dengan argumen yang tampak idealis, yakni memperkuat pelembagaan politik dengan menghadirkan demokrasi internal partai melalui persaingan sehat di kongres. Kandidat di luar SBY dijadikan petarung bayangan yang bergerak dalam plot yang diskenariokan.
Dalam cara pandang teori lawas dramaturgi, Erving Goffman di bukunya,
Ketiga, opsi permainan semi terbuka dengan membiarkan adanya figur lain di luar arus utama untuk bergerak tampil ke muka, tetapi di saat bersamaan ada pengendalian terencana lewat aturan main ataupun rentang kendali organisasi guna membonsai dan membatasi ruang gerak kekuatan potensial di luar faksi SBY. Pengendalian biasanya dilakukan melalui teknik
Keempat, model demokratik-partisipan. Caranya dengan membuka keran demokratisasi internal partai secara
Kekuatan dominan
Kita tak bisa menutup mata bahwa buruknya kualitas partai politik bermula saat kongres dan pembentukan kepengurusan. Faktor hegemoni kekuatan dominan menjadikan sistem sebagai subordinat dari figur. Kondisi ini melahirkan batas afiliatif yang luar biasa. Dampaknya, oligarki di tubuh parpol seolah-olah menjadi realitas apa adanya.
Pengurus dan warga partai di luar figur utama dan kroninya menjadi kelompok bungkam yang tak berani mengeluarkan wacana ataupun tindakan di luar arus utama yang dikehendaki. Wajar, jika banyak politisi pintar, idealis, dan mumpuni saat masuk dan berinteraksi di dalam sistem partai hanya menambah deretan kader instrumental yang secara sadar larut dalam fantasi kekuasaan figur utamanya.
Logika berdemokrasi melalui pendekatan instrumentalisik menjadikan partai hanya semata-mata instrumen pencapaian kepentingan segelintir elite saja dan abai pada prinsip
SBY memiliki momentum untuk memperbaiki kualitas dan kapasitas kelembagaan Partai Demokrat. Akankah SBY bersedia menjadi pelopor perbaikan ataukah turut serta dalam arus besar hegemoni kekuatan figur?
Ada dua peran signifikan yang bisa dilakukan SBY. Pertama, memastikan Demokrat bukan
GUN GUN HERYANTO
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 13 Mei 2015, di halaman 7 dengan judul "Pancaroba Demokrat".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar