Rapat Kerja Nasional Partai Amanat Nasional menjadi pertanda cairnya pengelompokan politik. Rakernas PAN itu dihadiri Presiden Jokowi, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum Golkar Munas Bali Aburizal Bakrie, Presiden PKS Anis Matta, dan pimpinan partai lain.
Benar apa yang dikatakan Presiden Jokowi, bahwa tantangan bangsa Indonesia ke depan adalah persaingan antarbangsa. Masyarakat ekonomi ASEAN sudah di depan mata. Rivalitas politik di dalam negeri sudah selesai saat pemilihan umum. Hal senada dinyatakan Zulkifli Hasan, Ketua MPR. "Cukup sudah kegaduhan dipertontonkan kepada rakyat karena itu tidak ada keuntungannya bagi rakyat."
Fakta politik itu memberikan sinyal positif. Ada secercah optimisme setelah triwulan pertama pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di angka 4,71 persen. Aktivitas ekonomi lesu. Presiden Jokowi mengakui pelambatan ekonomi karena memang butuh waktu untuk pencairan anggaran. Kini, proyek infrastruktur mulai digerakkan.
Pelambatan ekonomi Indonesia menjadi tantangan bersama. Bukan hanya oleh pemerintah (eksekutif), melainkan juga oleh legislatif. Kebersamaan elite politik yang telah ditunjukkan dalam forum rakernas PAN itu patut disambut baik, meski tetap harus disadari bahwa dalam sistem politik demokrasi, pengawasan tetap harus bisa dilakukan.
Presiden Jokowi telah mengirimkan pesan optimisme dengan mencanangkan sejumlah pembangunan proyek infrastruktur, seperti pembangunan jalan tol dan pembangkit listrik di sejumlah daerah. Kemajuan proyek itu harus secara berkala dilaporkan kepada masyarakat sebagai sinyal bahwa bangsa ini bergerak maju.
Narasi optimisme perlu dibangun secara proporsional dan tidak harus selalu diganggu dengan kegaduhan politik. Salah satu bentuk kegaduhan politik yang tak perlu adalah drama penangkapan Novel Baswedan oleh penyidik Polri. Peristiwa itu menciptakan suasana ketidakpastian. Model kriminalisasi terhadap sejumlah pemimpin perusahaan bisa membuat target investasi asing tidak tercapai atau malah membatalkan investasinya di Indonesia.
Kita berharap, Presiden Jokowi yang kadang berpikir
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Bersama Membangun Bangsa".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar