Pembangunan infrastruktur dapat menggerakkan sektor riil dan memberi lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan saat ini. Badan Pusat Statistik menghitung, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 Indonesia hanya 4,71 persen, jauh di bawah target 5,7 persen. Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 menjadi 5 persen dari 5,2 persen.
Di tengah tekad pemerintah segera melaksanakan pembangunan infrastruktur, mulai dari jalan tol, pelabuhan, hingga bendungan, dan perbaikan saluran irigasi, keberhasilannya dibayangi persoalan lama: ketersediaan lahan.
Pemerintah didukung Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum selain peraturan presiden untuk melaksanakannya. Dengan undang-undang itu, pemerintah dapat mewajibkan pihak yang menguasai atau memiliki obyek pengadaan tanah menyerahkan tanah guna pembangunan setelah melalui ganti rugi yang ditetapkan bersama melalui pengadilan.
Meskipun demikian, pemerintah perlu saksama menjalankan kewenangan yang diberikan undang-undang. Proses negosiasi memakan waktu—sudah ditetapkan batasnya dalam undang-undang—tetapi juga dapat timbul masalah sosial apabila tidak ditangani hati-hati. Ada pepatah Jawa,
Manfaat berganda tersedianya infrastruktur memadai baru akan dirasakan dalam jangka menengah, tetapi proses pembangunannya yang segera menyediakan lapangan kerja apabila pemerintah konsisten menggunakan komponen lokal sebesar-besarnya, termasuk untuk proyek infrastruktur yang bekerja sama dengan negara asing. Juga jika pemerintah berkomitmen melaksanakan padat karya. Ini akan meningkatkan daya beli masyarakat dan pada gilirannya menggerakkan roda ekonomi nasional yang pelumas utamanya adalah konsumsi masyarakat.
Penggunaan komponen lokal di sisi lain akan meningkatkan kapasitas dan menguatkan industri dalam negeri.
Untuk mencegah penurunan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut akibat pelambatan ekonomi global, terutama karena mitra dagang utama Indonesia, yaitu Tiongkok diperkirakan hanya tumbuh 6,8 persen tahun ini, Indonesia tidak dapat berlambat-lambat membangun infrastruktur.
Perlu ada yang mengoordinasi pelaksanaan program, mulai dari perencanaan di pusat hingga pengawasan di lapangan. Saatnya pembagian kerja dan pendelegasian wewenang dipertegas sehingga jelas pula penyebabnya dan siapa harus bertanggung jawab jika program tidak berjalan sesuai target.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 11 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Peluang dari Infrastruktur".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar