Pertumbuhan triwulan I ini terendah sejak 2009 dan lebih rendah dari periode sama 2014 yang 5,14 persen.
Tanpa keseriusan menggeber mesin pertumbuhan di triwulan-triwulan berikutnya, target pertumbuhan konservatif 5,4-5,8 persen bisa terancam. Sebagian kalangan bahkan telah merevisi proyeksi pertumbuhan Indonesia 2015 menjadi di bawah 5 persen. Konsekuensinya, pada penciptaan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan.
Perlambatan ini kombinasi dari faktor dalam negeri dan luar negeri. Faktor luar negeri adalah menurunnya permintaan akan produk ekspor kita dari mitra dagang utama dan perlambatan ekonomi global. Sementara di dalam negeri, semua komponen pertumbuhan menunjukkan perlambatan, dengan rendahnya belanja pemerintah yang anjlok 49 persen dari sebelumnya, dituding faktor penting di belakang kontraksi triwulan I-2015 ini.
Dengan rendahnya realisasi investasi, lesunya aktivitas bisnis, tertekannya ekspor, dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang terendah tiga tahun terakhir, harapan digantungkan pada belanja pemerintah untuk menggerakkan ekonomi. Stimulus fiskal jadi kata kunci di sini.
Sayangnya, itu tidak terjadi. Perekonomian triwulan I, seperti digambarkan ekonom Tony Prasetiantono, macet. Realisasi belanja pemerintah triwulan I hanya 18,5 persen dari total anggaran belanja APBN, itu pun sebagian besar terserap untuk belanja rutin. Di sejumlah kementerian kunci, penyerapan anggaran tak sampai 5 persen.
Lemahnya penyerapan anggaran ini tak terlepas dari problem internal dalam pemerintahan sendiri. Salah satunya, lambannya konsolidasi di pemerintahan. Restrukturisasi organisasi sejumlah kementerian dengan nomenklatur baru belum tuntas hingga kini. Bahkan, untuk pengisian pejabat di tingkat pelaksana dan kuasa anggaran pun baru akan memasuki proses lelang.
Artinya, pencairan anggaran dan pelaksanaan program pembangunan juga terkendala. Belum lagi rencana perombakan kabinet yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Kita sudah kehilangan banyak momentum akibat proses politik dan konsolidasi yang berlarut-larut.
Percepatan pertumbuhan hanya bisa dilakukan dengan menggenjot belanja, khususnya proyek-proyek infrastruktur prioritas utama pemerintah, mulai triwulan II. Kuncinya, bagaimana pemerintah mengatasi kendala di lapangan terkait tender, pengadaan lahan, perizinan, dan persoalan teknis lain. Kekhawatirannya, lemahnya penyerapan masih akan terjadi hingga akhir triwulan II.
Kita juga tak boleh melupakan motor pertumbuhan lain. Langkah mendorong investasi dan bisnis serta daya saing ekspor harus juga jadi fokus. Demikian pula menjaga daya beli konsumen, mengingat konsumsi rumah tangga masih komponen penting pertumbuhan. Untuk proyek infrastruktur, kandungan lokal harus diprioritaskan agar manfaat terbesar untuk ekonomi dalam negeri juga terjadi.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Mei 2015, di halaman 6 dengan judul "Perlambatan Ekonomi Domestik"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar