Seandainya MUI benar-benar mengeluarkan fatwa haram untuk Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, akibatnya sangat luar biasa. Itu berarti para dokter dan rumah sakit yang menerima pembayaran jasa medis dari BPJS menerima uang haram. Dampak yang dapat ditimbulkan sangat luar biasa, akan banyak dokter dan rumah sakit yang menolak pasien BPJS dengan alasan tidak mau menerima uang haram.
Kalau kita berpikiran jernih dan jujur untuk kepentingan rakyat banyak, menyejahterakan rakyat tak dapat dilakukan oleh negara atau pemerintah sendiri; dukungan dari seluruh rakyat tanpa melihat suku, agama, ras, dan golongan sangat diperlukan oleh seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, seluruh rakyat Indonesia harus mendukung program jaminan sosial tersebut.
Jaminan sosial sangat di idam-idamkan seluruh rakyat Indonesia. Hal itu tercantum dalam UUD 1945, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, dan Konvensi Organisasi Pekerja Internasional (ILO). Bagaimana bila jaminan sosial tersebut berupa tabungan sosial, di mana iuran yang dibayarkan akan dikembalikan lagi kepada rakyat?
Sebenarnya Pemerintah Indonesia sudah sejak 1970 telah melaksanakan jaminan sosial itu-walaupun belum dapat mencakup seluruh rakyat-dengan membentuk Jamsostek, Askes, Asabri, Taspen, dan Jasa Raharja. Dapat dikatakan bahwa program yang dilaksanakan kelima badan usaha milik negara sejak 1970 itu telah mencakup masalah kesehatan, jaminan hari tua (pensiun), jaminan kematian.
Pada awal berdirinya kelima program itu, pemerintah hanya mengeluarkan modal tidak besar, tetapi dipayungi UU. Maka, sebelum Jamsostek dan Askes berubah menjadi BPJS-kecuali Asabri, Taspen, dan Jasa Raharja yang namanya tak berubah-aset dari kelima BUMN itu triliunan rupiah dengan kelebihan dan kekurangannya serta mempunyai jaringan yang luas dan sangat baik, sampai ke pelosok. Sebagian besar kekayaan adalah hasil iuran wajib yang dibayarkan pengusaha, pekerja-buruh, pegawai negeri, anggota ABRI, dan sebagian rakyat yang mempunyai kendaraan bermotor (Jasa Raharja). Mereka membayar sebab diwajibkan UU.
Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan kartu sakti, kartu sehat, kartu pintar sebagai realisasi dari kesejahteraan untuk rakyat. Perlu diketahui juga bahwa dalam program BPJS Kesehatan, setelah membayar iuran, peserta akan ditanggung bila sakit. Namun, bila tidak sakit, uang tersebut tidak akan dikembalikan. Maka, pada akhirnya akan menjadi seperti asuransi biasa.
Pada program BPJS Ketenagakerjaan ada tiga program: jaminan kecelakaan kerja (menyangkut masalah kesehatan), jaminan hari tua (pensiun), dan jaminan kematian. Jasa Raharja mempunyai program untuk membayar setiap orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas (menyangkut masalah kesehatan juga) dan akan membayar jaminan kematian kepada setiap orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas.
Kementerian baru
Taspen hanya mempunyai program jaminan hari tua (pensiun) untuk pegawai negeri. Asabri mempunyai program jaminan kesehatan dan pensiun. Berdasarkan hal-hal di atas, alangkah baik bila BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja, Taspen, Asabri, dan Jasa Raharja disatukan dalam satu badan (Kementerian Jaminan Sosial) yang dipimpin seorang menteri.
Sebuah kementerian baru (Kementerian Jaminan Sosial) yang merupakan gabungan dari BPJS Kesehatan, BPJS Tenaga Kerja, Taspen, Jasa Raharja, dan Asabri mungkin sudah saatnya diperlukan. Suatu keputusan yang sangat sulit untuk pemerintah bila ingin dijalankan karena banyak kepentingan dari mereka yang selama ini beroleh untung dari BUMN itu akan hilang atau berkurang. Pemerintah dapat mempertimbangkan program jaminan sosial itu berupa tabungan sosial.
Apabila pemerintah membentuk Kementerian Jaminan Sosial yang dilindungi UU, seluruh rakyat Indonesia sejak dilahirkan mempunyai kewajiban membayar iuran (tentu dibayarkan dahulu oleh orangtuanya) sampai punya pekerjaan sehingga mampu membayar iurannya sendiri, dan uang iuran itu akan dikembalikan setelah mencapai usia pensiun. Dengan kartu jaminan sosial itu, anak yang baru dilahirkan sampai usia tertentu memperoleh susu di toko-toko dengan diskon 10-15 persen supaya gizi dan perkembangannya bisa lebih baik.
Setiap warga negara Indonesia sejak lahir sampai meninggal ber- kewajiban membayar iuran, misalnya Rp 20.000 per bulan. Yang tak mampu membayar atau tak punya pekerjaan sehingga dikatakan "miskin", iurannya dibayarkan pemerintah (kewajiban pemerintah). Tugas kepala desa atau lurah mendata jumlah warga yang tak mampu atau miskin.
Berikut keuntungan yang diperoleh rakyat dengan membayar iuran. Pertama, kepastian berobat gratis sejak dari dokter umum sampai dengan di rumah sakit dan perawatan di rumah sakit kelas 3. Apabila ingin mendapat perawatan kelas 2 atau kelas 1, peserta diharuskan membayar langsung ke rumah sakit.
Kedua, uang iuran yang dibayar rakyat akan dikembalikan kepada rakyat setelah usia pensiun, termasuk mereka yang dibayarkan pemerintah karena tak mampu bayar. Uang iuran yang sudah dibayarkan akan tetap dikembalikan kepada keluarganya apabila yang bersangkutan meninggal.
Ketiga, karena bersifat tabungan wajib demi kesejahteraan rakyat, dukungan rakyat akan sangat besar. Bukan tak mungkin sebagian rakyat yang cukup mampu tak akan menggunakan BPJS-nya bila sakit atau dirawat di rumah sakit.
Keempat, untuk anak balita, kartu tersebut bisa mendapat diskon pembelian susu di toko- toko (untuk kecerdasan generasi yang akan datang). Kelima, apabila terjadi bencana alam di daerahnya dan angka penyakit yang tinggi, peserta dapat berobat gratis.
Keenam, memperoleh kepastian pemenuhan kebutuhan dasar hidupnya, hidup tenang karena adanya jaminan. Ketujuh, setiap rakyat yang meninggal dunia akan diberi uang duka.
Adapun keuntungan pemerintah dalam program ini adalah mengajak seluruh rakyat wajib menabung untuk kesejahteraan bersama seperti yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945; memperoleh kepastian data jumlah rakyat tak mampu yang iurannya harus dibayar pemerintah; sebagai data pasti jumlah penduduk yang mampu ataupun yang tidak mampu; sebagai dana cadangan nasional; dan untuk kebutuhan dana yang sangat mendesak apabila terjadi bencana alam dan ada korban seperti yang telah terjadi di Aceh, Yogyakarta, Padang, atau Sinabung.
Jadi, Kementerian Jaminan Sosial dapat bertindak tanpa harus menunggu dana APBN turun.
Kementerian Jaminan Sosial dibentuk, pertama, untuk mempermudah koordinasi dengan menteri-menteri yang lain, seperti Menteri Kesehatan (untuk masalah tarif rumah sakit dan jasa dokter); Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Keuangan (untuk menekan harga obat yang mahal); Menteri Dalam Negeri (untuk koordinasi dengan gubernur, bupati, camat, lurah, dan lain-lain).
Kedua, sosialisasi program kepada masyarakat akan lebih mudah bila dijabat seorang menteri dan akan lebih efektif dalam merealisasikan program tabungan sosial itu bila dibuat perencanaan matang dengan payung hukum yang jelas.
Ketiga, jabatan seorang menteri akan membuat program ini lebih dilihat, didengar, dan dihargai. Keempat, karena mengelola uang dalam jumlah yang sangat besar dan tanggung jawab yang besar.
Kelima, pembayaran iuran dapat dilakukan melalui PLN (untuk pembayaran lainnya kadang kita lupa, tapi kita tak akan lupa bayar tagihan listrik setiap bulan karena listrik akan segera dipadamkan PLN apabila kita tak membayar tagihan). Koordinasi dengan PLN dapat dilakukan melalui Menteri Negara BUMN untuk lebih memudahkan.
Mudah-mudahan uraian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pemerintah dan anggota DPR dalam menjalankan jaminan sosial untuk rakyat demi kesejahteraan rakyat.
EMIR SOENDORO
Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 22 Agustus 2015, di halaman 7 dengan judul "Jaminan Sosial dan Tabungan Sosial".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar