Saat ini, dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah, tengah bermuktamar dalam waktu yang berdekatan. Sayang, ketika pembukaan muktamar (baik di NU maupun Muhammadiyah) tidak ada satu pun yang saling mengucapkan salam selamat bermuktamar.
Alangkah indahnya jika Ketua Umum PBNU dan juga Ketua Umum Muhammadiyah dalam pidato pembukaannya saling menyampaikan salam dan menyelipkan kata-kata yang bersifat ukhuwah Islamiyah. Saya yakin umat Islam Indonesia akan senang, demikian pula seluruh bangsa Indonesia akan merasakan keteduhan dan kedamaian.
Apabila kedua organisasi besar ini saling melengkapi sebagaimana dahulu para pendirinya—karena mereka berguru pada orang dan tempat yang sama dan memiliki nasab (silsilah) garis keturunan yang sama—sebagian besar persoalan bangsa akan lebih mudah diatasi.
Apalagi presiden mampu meyakinkan agar kedua ormas itu saling mendukung dan bekerja sama, semangat persatuan dan ukhuwah Islamiyah dan wathaniyah(semangat kebangsaan) terjalin lebih baik lagi.
Saya masih berharap saat penutupan nanti para pihak dan pejabat yang datang mampu merekatkan suasana kebatinan kedua ormas ini dengan kata-kata yang menyejukkan.
ARIES MUSNANDAR, SRIGADING DALAM, MALANG
Ospek dan Penjajahan
"If you want to know about man's character, give him power"
Adolf Hitler
Ospek (orientasi studi dan pengenalan kampus) adalah momok bagi yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi di Indonesia. Dimulai dari SMP, SMA, hingga perguruan tinggi, pelajar atau mahasiswa baru disambut dengan kegiatan masa orientasi siswa (MOS), orientasi proses belajar-mengajar (OPBM), dan ospek.
Esensi awal diadakannya ospek adalah memperkenalkan mahasiswa baru terhadap kampus karena mereka akan menjalani kehidupan dengan lingkungan berbeda. Berdasarkan SK Dirjen Dikti Tahun 2008 tentang Pengaturan Kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi, ospek bertujuan memberi pengenalan awal bagi mahasiswa baru berkenaan dengan sejarah kampus, lembaga di kampus, jenis kegiatan akademik, sistem kurikulum, pembelajaran efektif di perguruan tinggi, serta pemimpin universitas dan fakultas.
Seiring berjalannya waktu, ospek berubah dan mengarah ke sistem senioritas: paling ditunggu senior dan paling tak dinantikan mahasiswa baru. Tak jarang kegiatan dalam ospek itu menindas, bukan konstruktif. Para senior dapat melakukan kegiatan yang tak relevan dengan dunia intelektual: mahasiswa baru disuruh membawa kalung permen; memakai kaus kaki bola, selempang dari karton, papan nama karton; dan diarak secara teratur bak semut mencari makanan. Ada pula pasal yang dibuat sendiri para senior: Pasal 1, senior tidak pernah salah; Pasal 2, jika senior salah, kembali ke Pasal 1.
Ada juga kegiatan bermotif pelatihan dan penguatan mental seperti bentakan, teriakan. Dogmanya "kalian akan mengalami lingkungan yang keras di dunia kerja". Dalam beberapa kasus, ada yang meninggal dunia akibat ospek. Apabila cara-cara kuno itu terus dilestarikan, dampaknya buruk. Ospek hanya akan menjadi ajang balas dendam atau dendam kesumat dari tahun ke tahun, dan menjadi ritus tahunan tanpa tercapai esensinya.
Beragam versi mengenai asal- muasal ospek ini. Namun, pada intinya adalah menguasai dan dikuasai, superioritas dan inferioritas, kaya dan miskin. Menurut beberapa sumber, kegiatan ospek ini bermula di Universitas Cambridge, Inggris. Mayoritas mahasiswa di sana datang dari keluarga terhormat dan minoritas dari masyarakat biasa.
Karena mayoritas anak bangsawan, mereka sulit diatur dan cenderung bertindak seenaknya. Mereka menganggap rendah kalangan ekonomi biasa-biasa saja. Tak jarang anak bangsawan memperolok-olok anak-anak ekonomi biasa.
Dalam konteks Indonesia, diyakini, metode penjajahan ala ospek ini dimulai pada zaman kolonial, saat dijalankannya politik etis dari Belanda. Pemerintah Belanda membangun sekolah untuk rakyat Indonesia.
Rakyat pribumi boleh bersekolah di sana dan bersanding dengan anak-anak Belanda. Karena mahasiswa Belanda merasa pribumi bangsa jajahan, saat pertama pribumi menjadi mahasiswa, mahasiswa senior (anak-anak Belanda) memplonco mahasiswa baru dengan memperolok-olok untuk menunjukkan bahwa bangsa Belanda berada di atas bangsa pribumi.
Ini berlanjut pada Stovia (1898-1927) dan Geneeskundinge Hooge School (1927-1942). Kini ospek masuk SMP dan SMA.
IKHSAN YOSARIE, PAUH, PADANG
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 Agustus 2015, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".

Tidak ada komentar:
Posting Komentar