Selasa (25/8), pejabat tinggi kedua Korea yang berunding selama tiga hari di Desa Panmunjom, di zona bebas militer (DMZ), akhirnya membuahkan enam butir kesepakatan. Enam butir kesepakatan itu langsung meredakan hubungan kedua Korea yang menegang menyusul insiden ledakan ranjau darat yang ditanam di DMZ di sisi Korsel yang mencederai dua prajurit Korsel, 4 Agustus lalu.
Korsel yakin ranjau itu ditanam oleh Korut. Itu sebabnya, Korsel menghidupkan propaganda anti Korut melalui pengeras suara di DMZ yang telah disepakati kedua negara untuk dihentikan pada 2004. Sebelum 2004, baik Korsel maupun Korut melakukan perang propaganda melalui pengeras suara yang dipasang di DMZ. Propaganda lewat pengeras suara yang dihidupkan Korsel itu ditanggapi Korut dengan menembakkan peluru meriam ke arah salah satu pengeras suara Korsel di DMZ. Korsel pun membalas tembakan Korut dengan menembakkan 29 peluru artileri ke wilayah Korut.
Hubungan kedua Korea itu pun menegang. Korut mengancam akan menembak pengeras suara Korsel jika propaganda anti Korut itu tidak dihentikan paling lambat Sabtu pekan lalu pukul 17.00. Kalau ancaman itu diabaikan, Korut akan mengerahkan pasukan militernya. Namun, Korsel berkeras tidak akan menghentikan propaganda anti Korut hingga negara itu mengakui telah menanam ranjau darat itu dan meminta maaf atas cedera yang dialami dua prajurit Korsel. Sementara Korut membantah pihaknya bertanggung jawab.
Dalam tajuk di harian ini, 22 Agustus lalu, dikemukakan, kita berharap Korsel mau menahan diri dalam menghadapi Korut. Oleh karena berbeda dengan sistem politik Korsel yang sudah berjalan dengan baik, sistem politik di Korut benar-benar ditentukan oleh satu orang, yakni Pemimpin Tertinggi Korut Kim Jong Un.
Untunglah ternyata Korut tidak benar-benar berniat berperang. Itu terlihat dari kesediaan pejabat tinggi kedua negara bertemu dan duduk bersama-sama untuk membicarakan persoalan di antara mereka. Dan, dalam enam butir kesepakatan, pada butir kedua, Korut mengakui dan minta maaf, sementara Korsel setuju menghentikan propagandanya.
Namun, kesepakatan itu masih sangat rentan karena Korsel menyatakan akan menghidupkan kembali propaganda anti Korut jika terjadi insiden abnormal lain. Belum lagi dalam pertemuan terbatas dengan media di Jakarta, Dubes Korsel untuk RI Cho Tai-young mengatakan, semua persoalan dimulai oleh Korut.
Kita hanya bisa berharap kedua Korea dapat meningkatkan rasa saling percaya di antara mereka sehingga hubungan baik antara keduanya langgeng.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Agustus 2015, di halaman 6 dengan judul "Hubungan Unik Kedua Korea".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar