Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta adalah serambi negeri kita tercinta. Tempat pertama kali orang menilai seberapa indah, nyaman, dan menyenangkannya negeri ini. Apalagi lokasinya di kawasan ibu kota Jakarta.
Namun, masih banyak sekali yang harus kita benahi terutama terkait transportasi pergi dan pulang dari bandara. Hampir setiap hari, ribuan mobil terjebak menumpuk di pintu tol bandara. Antrean bahkan bisa berkilo-kilometer di akhir pekan atau ketika musim liburan.
Meskipun sudah berlangsung bertahun-tahun, pengelola jalan tol dan bandara belum juga menemukan solusi yang tepat untuk mengurai semua itu. Bahkan ketika beberapa jadwal penerbangan tertunda, kejadian tersebut seperti tak ada hubungannya dengan kemacetan di jalan menuju bandara, khususnya di pintu tol. Untuk membayar Rp 6.000 saja, penumpang, pengantar, dan penjemputnya jadi tersiksa.
Saya mengusulkan, bagaimana bila harga tol dimasukkan saja ke dalam harga tiket. Cukup Rp 1.500/tiket. Perhitungannya, bila setiap mobil rata-rata berisi empat calon penumpang saja, maka sudah diperoleh Rp 6.000 sesuai dengan biaya tol. Belum lagi calon penumpang yang naik mobil bus atau jenis van.
Untuk mewujudkan ide tersebut, pihak Jasa Marga, perusahaan penerbangan dan Departemen Perhubungan tinggal duduk bersama dan mengatur metodenya. Bila usulan saya diterima, pintu tol tak perlu ada lagi. Perjalanan menuju dan dari bandara akan sangat lancar dan menyenangkan semua orang, baik bagi warga negara Indonesia maupun turis dan tamu dari negara lain.
Selanjutnya tinggal menata pintu parkir di bandara agar arus kendaraan yang masuk area bandara tidak langsung dihadang pintu parkir yang berpotensi menyebabkan kendaraan kembali menumpuk.
TEUKU CHAIRUL WISAL
Kompleks Kembang Larangan, Larangan Selatan, Kota Tangerang 15154
Owa dan Siamang
Harian Kompas, Rabu (13/1) memuat cerita "Tasuri Petani Kopi, Pelestari Owa Jawa". Saya sangat senang adanya tulisan yang bernapaskan pendidikan lingkungan. Namun, saya ingin mengoreksi sedikit.
Pertama-tama, siamang (Symphalangus syndactylus) yang hanya hidup di Sumatera tidak sama dengan owa jawa (Hylobatus moloch) yang hanya hidup di Jawa. Dari nama Latinnya tampak bahwa kita berhadapan dengan dua genera berbeda.
Kedua, baik siamang maupun owa jawa bukan jenis monyet, melainkan jenis kera. Di seluruh dunia hanya terdapat empat jenis kera, yakni simpanse, gorila, orangutan, dan gibbon (mencakup baik owa maupun siamang). Dua genera hidup di Benua Afrika dan dua di Asia.
Ketiga, hanya kelompok monyet (makaka, lutung, surili, dan lain-lain yang hidup di Indonesia) yang memiliki buntut, sedangkan kera tidak berbuntut.
FRED HEHUWAT
Pemerhati Lingkungan Hidup, Bukit Dago Utara II/ 7 Bandung
CATATAN REDAKSI
Terima kasih atas koreksi dan penjelasan Saudara.
Ukur Tensi di Kualanamu
Awal Januari lalu saya mendampingi ibu berobat ke Penang, Malaysia. Kami berangkat dari Bandara Kualanamu, Sumatera Utara. Usia ibu saya 72 tahun sehingga ia memerlukan kursi beroda di bandara.
Abang saya mengingatkan agar saya menyiapkan uang Rp 25.000 sebagai ongkos pemeriksaan kesehatan di Bandara Kualanamu sebelum melewati pintu imigrasi, karena begitulah pengalamannya ketika menemani ibu ke Penang pada Maret 2015.
Selesai lapor masuk di gerai maskapai penerbangan di bandara, kami mendapat kursi beroda. Seorang petugas dari maskapai penerbangan menuntun ibu saya yang duduk di kursi beroda menuju ruang tunggu, untuk selanjutnya sampai di pintu masuk pesawat terbang.
Beberapa meter sebelum melewati pintu imigrasi, kami dibelokkan petugas maskapai penerbangan ke sebuah kamar untuk memeriksa kesehatan. Beberapa pertanyaan diajukan petugas berpakaian dinas coklat: sakit apa, kenapa memerlukan kursi beroda, dan lain-lain. Tensi pun diukur. Selesai mengukur tensi, petugas menagih Rp 25.000 tanpa bukti bayar.
Resmikah pungutan itu? Dan untuk apa? Kami tidak mendapat informasi apa pun dari sang petugas, seorang ibu juga.
SINTA LS
Cipinang, Pulogadung, Jakarta Timur
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 Januari 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar