Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 20 Januari 2016

TAJUK RENCANA: Irak Jauh dari Rasa Aman (Kompas)

Penculikan tiga warga AS men- jadi bukti bahwa Irak masih jauh dari rasa aman dan mene- gaskan, Baghdad belum mampu mengatasi persoalan keamanan.

Masalah keamanan adalah masalah utama pemerintah Baghdad sejak tumbangnya pemerintahan rezim Saddam Hussein, 2003. Sejak saat itu, Irak seperti terlempar ke lembah kekelaman yang penuh dengan isak tangis dan geretak gigi. Selama beberapa waktu, Irak bagaikan negeri tak bertuan. Di sana terjadi pertarungan, sekaligus aksi balas dendam untuk saling menghancurkan.

Impian Amerika Serikat ketika invasi masuk ke Irak dan menumbangkan Saddam Hussein untuk menjadikan Irak sebagai "dian demokrasi" yang ditaruh di atas gantang, yang sinarnya menerangi seluruh kawasan, jauh dari kenyataan. Irak benar-benar tersungkur dalam perang saudara; bahkan cenderung menjadi perang sektarian.

Penculikan merebak dan menjadi suatu hal yang biasa terjadi di Irak menyusul tumbangnya Saddam Hussein. Hal itu terjadi, terutama, setelah terjadi pengeboman Masjid Shia di Samarra pada tahun 2006. Dan, pengeboman masjid itu menjadi titik awal pecahnya perang sektarian.

Menurut catatan, Arkan Thamer Saleh, kepala departemen yang mengurusi hak-hak asasi manusia Irak, ada sekitar 16.000 orang dinyatakan hilang. Jumlah tersebut bisa jadi bisa bertambah karena tidak semua kasus hilangnya seseorang dilaporkan.

Penculikan menjadi kejahatan yang nyata dan merupakan ancaman terbesar bagi kehidupan publik. Bahkan, pasukan keamanan pun terkadang melakukan penculikan, dan dilakukan untuk mendapatkan tebusan.

Menurut laporan Biro Demokrasi, Hak-hak Asasi Manusia, dan Tenaga Kerja, Kementerian Luar Negeri AS (April 2010), Irak telah menjadi pusat penculikan, prostitusi, dan perdagangan manusia. Kekerasan menurun, tetapi kejahatan menjadi isu yang lebih menonjol. Banyak penjahat bergabung dengan para pemberontak dan milisi. Pada waktu itu, penculikan dan perdagangan manusia, bahkan organ tubuh manusia, merebak.

Lima tahun lalu, menurut laporan itu, Irak menjadi pusat perdagangan budak, prostitusi, organ-organ manusia, bayi, dan pekerja ilegal di kawasan. Kaum wanita dan anak-anak dijual ke Suriah, Jordania, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Turki, dan Iran.

Kini, situasi belum sepenuhnya pulih. Lahirnya gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah menambah rumitnya masalah keamanan. Pemerintah Baghdad belum mampu sepenuhnya mengendalikan milisi-milisi bersenjata yang saling bersaing. Inilah tujuan besar dan berat bagi Baghdad untuk bisa keluar dari krisis keamanan. Dibutuhkan pemerintah Baghdad yang kuat dan tegas, serta bersatu kukuh. Kalau tidak, aksi-aksi penculikan hanya akan meruntuhkan wibawa dan kredibilitas pemerintah Baghdad.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Irak Jauh dari Rasa Aman".



Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger