Yang meresahkan adalah tidak tersedia jawaban sederhana untuk menjelaskan situasi saat ini. Kamis lalu bursa Shanghai mencatat penurunan indeks 3,2 persen. Dengan demikian, sepanjang tahun 2016 yang belum genap satu bulan, bursa Shanghai turun 18 persen.
Turunnya indeks Shanghai memicu penurunan indeks di sejumlah bursa dunia. Indeks Nikkei turun 2,4 persen, dan indeks Hang Seng di Hongkong turun 1,8 persen. Jumat kemarin indeks saham naik sedikit, tetapi ketidakpastian ekonomi global tetap membayangi 2016.
Pada komoditas, harga minyak mentah selama tiga minggu pertama tahun ini turun 25 persen, di bawah 30 dollar AS per barrel. Situasi kawasan Timur Tengah ikut menekan harga minyak bumi.
Arab Saudi, produsen terbesar minyak di dalam kartel OPEC, ingin mempertahankan produksi saat ini karena pertimbangan politik kawasan dan eksistensi Dinasti Saud. Pencabutan sanksi ekonomi terhadap Iran beberapa pekan ke depan ikut menekan harga. Pucuk pimpinan BP, salah satu produsen minyak terbesar dunia, mengakui harga bukan tak mungkin jatuh hingga 10 dollar AS per barrel.
Mengikuti hukum aksi-reaksi, selama ini penurunan suatu kegiatan ekonomi akan dikompensasi kenaikan kegiatan ekonomi lain. Harga minyak yang rendah biasanya mendorong industri manufaktur dan masyarakat menikmati harga listrik serta biaya transportasi murah.
Berdasarkan pelambatan ekonomi Tiongkok dan harga komoditas, Dana Moneter Internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan turun 0,2 persen tahun ini dan tahun depan menjadi 3,4 persen dan 3,6 persen.
Tiongkok, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, menjadi penyelamat tahun 2008 ketika sektor keuangan AS dan Eropa tergulung krisis kredit perumahan AS. Kali ini, Tiongkok mengalami pelemahan ekonomi akibat industrialisasi mencapai titik puncak dan kelebihan kapasitas. Motor penggerak ekonomi dunia belum bisa diharapkan dari Amerika, Eropa, atau Jepang.
Konsekuensi rendahnya harga komoditas adalah macetnya pengembalian kredit perusahaan ke perbankan yang dapat memicu krisis baru dengan skala seperti tahun 2008, mengingat kredit perminyakan nilainya sangat besar.
Bursa Shanghai terus dalam pantauan karena menjadi jendela melihat kesungguhan Bank Sentral Tiongkok memenuhi janji melonggarkan kebijakan keuangan mengikuti pasar. Daren Acemoglu dan James A Robinson sudah mengingatkan dalam Why Nations Fail, pertumbuhan Tiongkok akan langgeng apabila perencanaan kuat dari pusat menyertakan semua pihak, termasuk insentif pasar sebagai pengontrol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar