Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 27 Januari 2016

TAJUK RENCANA: Suriah dan Kekuatan Asing (Kompas)

Masa depan perundingan perdamaian di Suriah semakin suram. Berbagai hal menjadi penghambat terlaksananya perundingan.

Menurut rencana, perundingan perdamaian dilaksanakan hari Senin kemarin di Geneva, Swiss. Perundingan damai tersebut difasilitasi PBB. Untuk pertama kali sejak pecah perang lima tahun silam, negara-negara kekuatan utama di Dewan Keamanan PBB sepakat meloloskan resolusi tentang perundingan perdamaian. Dua kekuatan besar dunia, Amerika Serikat dan Rusia, bersepakat menghentikan peperangan, pembunuhan, meski mereka belum bersepakat tentang bagaimana masa depan negeri itu.

Akan tetapi, ternyata, resolusi DK PBB, kesepakatan dua kekuatan besar dunia tersebut, belum cukup mendorong perundingan berjalan. Masih ada persoalan baik dari dalam maupun luar Suriah yang menjadi penghambat terlaksananya perundingan perdamaian.

Di dalam negeri, belum ada kesepakatan siapa saja yang akan dilibatkan dalam perundingan itu, terutama dari pihak oposisi. Hal itu terjadi lantaran begitu banyaknya kelompok oposisi bersenjata: dari yang berhaluan kanan hingga kiri, kanan luar hingga kiri luar, dari yang moderat hingga yang radikal, dari yang mandiri sampai yang didukung pihak luar, dari yang nasionalis hingga agamis. Mereka memiliki kepentingan yang berbeda-beda.

Sementara itu, banyak negara yang memiliki kepentingan di Suriah atau banyak negara yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam konflik di Suriah. Negara- negara Teluk, misalnya, cemas atas membaiknya hubungan antara AS dan Iran. AS dan Turki, meskipun bersekutu, memiliki pandangan dan kepentingan yang berbeda berkaitan dengan kelompok Kurdi Suriah.

Turki, jelas tidak bisa memberikan toleransi kepada kelompok Kurdi, bersama kelompok Kurdi lainnya menginginkan kemerdekaan atau sekurang-kurangnya mendapatkan otonomi lebih luas di Turki. Sementara bagi AS, peran kelompok Kurdi Suriah sangat penting dalam memerangi kelompok bersenjata NIIS.

Setiap negara Teluk mendukung kelompok oposisi yang berbeda meskipun dalam konteks besarnya sama: ingin menghadang meluasnya pengaruh Iran. Sementara itu, dari awal, AS dan Rusia belum bersepakat tentang peran apa yang akan dijalankan oleh Bashar al-Assad setelah perundingan damai dan dilaksanakannya pemilu dan pembentukan pemerintahan baru. Rusia tetap kukuh berdiri di belakang Bashar al-Assad; sebaliknya AS juga bersikukuh agar Bashar al-Assad disingkirkan.

Dengan peta seperti itu, sangat sulit untuk membawa berbagai pihak ke meja perundingan. Kalaupun perundingan terlaksana, akan mudah teringkari dan diingkari. Oleh karena itu, kesatuan seluruh komponen Suriah menjadi syarat utama dan pertama bagi perdamaian negeri itu.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Januari 2016, di halaman 6 dengan judul "Suriah dan Kekuatan Asing".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger