Banyak jalan di Jakarta, terutama di kompleks-kompleks perumahan, yang dipasangi portal. Padahal, ada Perda DKI Jakarta Nomor 12 Tahun 2003 yang melarang setiap orang membuat atau memasang pintu penutup jalan dan portal tanpa izin dari Kepala Dinas Perhubungan.
Menurut saya, pembukaan portal ini dapat mengurangi kemacetan yang sudah parah di berbagai jalan di Jakarta akibat tidak sebandingnya panjang jalan dengan jumlah kendaraan.
Dengan teknologi internet dan pemanfaatan aplikasi penunjuk jalan, seperti Google Map, Waze, Here Maps, Sygic, dan LewatMana, juga panduan GPS, kita dapat dengan mudah menemukan jalan-jalan alternatif saat terjadi kemacetan lalu lintas. Namun, teknologi informasi ini menjadi percuma jika jalan yang ada ditutup portal. Beberapa waktu lalu Pak Gubernur sudah menyampaikan imbauan terkait soal ini, tetapi belum bersambut.
Dengan mengaktifkan aparat RT, RW, dan kelurahan di tiap wilayah untuk membuka portal, bisa diperoleh penambahan panjang jalan yang cukup signifikan di Jakarta. Jika alasan pemasangan portal adalah meningkatkan keamanan, seharusnya Pemprov DKI Jakarta bisa menjamin keamanan warga dengan dibayarnya iuran keamanan.
Sebagai warga Jakarta yang saling peduli, mari kita saling membantu dengan membuka jalan alternatif kepada pengguna jalan di kawasan kita tinggal. Kita pun memperoleh manfaat sama saat kita terjebak kemacetan di daerah lain.
CAHYO MULYANTO
Cipinang Muara 11, Jakarta 13240
Tanggapan Bank Indonesia
Harian Kompas, Sabtu (30/1), memuat surat Saudara Ghifar Maulana berjudul "Uang Kecil Tidak Laku". Dalam kesempatan ini Bank Indonesia menegaskan bahwa uang pecahan Rp 100 dan Rp 200 masih berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Setiap orang dilarang menolak bertransaksi dengan mata uang rupiah, kecuali jika terdapat keraguan atas keasliannya. Hal ini sesuai Pasal 33 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
BI berkomitmen mencetak dan mendistribusikan uang rupiah sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah NKRI. Penyediaan uang untuk semua pecahan, termasuk pecahan Rp 100 dan Rp 200. Ketiadaan uang logam Rp 100 dan Rp 200 dalam peredaran, berpotensi mendorong inflasi akibat pembulatan ke atas (rounding up) yang dilakukan oleh penjual.
Sekiranya dibutuhkan, penukaran uang dapat dilakukan di perbankan maupun BI di setiap wilayah.
Selain itu, sebagai alternatif bagi masyarakat dalam bertransaksi, seiring perkembangan teknologi, BI mendorong penggunaan alat pembayaran nontunai, misalnya kartu ATM/debit dan kartu kredit.
Masyarakat juga dapat menghubungi Pusat Kontak BI pada (021) 131 di hari kerja atau melalui surel bicara@bi.go.id.
TIRTA SEGARA
Direktur Eksekutif Bank Indonesia
Uang Muka Tidak Kembali
Pada November 2014 saya membayar uang muka dan tanda jadi Rp 38 juta untuk membeli rumah tipe 36/90 di Perumnas Parung Panjang, Kabupaten Bogor. Nomor Reg.III/Cab.PP/Pemas/334/10/2014.
Sesuai saran, saya mengajukan permohonan kredit KPR di BRI dan kemudian ditolak. Saya lalu mengajukan permohonan KPR ke BTN, tetapi juga ditolak.
Pada 15 September 2015 saya dijanjikan Ibu Lili, pegawai pemasaran Perumnas Parung Panjang, pengembalian uang muka dan tanda jadi. Dalam surat permohonan pembelian rumah, disebutkan, pengembalian uang muka karena KPR ditolak paling lambat 1 bulan sejak permohonan pengembalian uang muka diterima.
Karena tidak ada informasi lanjutan, pada 6 November 2015 saya mengirimkan surat elektonik, berisi permohonan pengembalian uang muka. Surel dibalas Ibu Evie dari Perumnas Parung Panjang, bahwa akan dibantu supaya prosesnya cepat.
Pada 6 Januari 2016, saya kembali mengirim surel karena tidak ada kabar dari Perumnas. Pada 18 Januari 2016, saya menelepon Perumnas Parung Panjang dan diterima Bapak Heru. Ia mengatakan, surat permohonan saya sengaja tidak disampaikan ke manajemen karena sedang dicarikan pembeli pengganti.
Ia mengancam jika saya memaksa pengembalian segera, uang muka akan dipotong 50 persen, berdasarkan peraturan baru.
Namun, saat saya minta lampiran aturan baru itu, surel saya tak lagi direspons.
Saya mohon Perumnas menepati janji dan tak merugikan masyarakat kecil.
ELSE
Tomang Raya, Jakarta 11430
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 Februari 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar