Cari Blog Ini

Bidvertiser

Sabtu, 05 Maret 2016

Ketakutan akan Kiri (IGNATIUS HARYANTO)

Pembukaan Pameran dan Festival Belok Kiri dilarang Kepolisian Metro DKI Jakarta akibat keberatan sejumlah organisasi kemasyarakatan. Mereka berdemonstrasi saat pembukaan pameran pada 27 Februari, pekan lalu.

Peristiwa ini menambah panjang adanya pelbagai kejadian yang menunjukkan adanya fobia atau ketakutan tertentu dari sejumlah kalangan terhadap "kelompok kiri" dengan segala mitos yang menyelubunginya. Kepolisian pun rupanya lebih senang menuruti permintaan kelompok ormas tersebut dan memilih menutup acara ketimbang justru melindungi keberlangsungan acara dari para pengganggunya.

Silakan baca sejarah

Silakan baca buku-buku sejarah, bacalah biografi para founding fathers Indonesia yang sebagian besar itu adalah kalangan kiri. Kiri di sini bisa dilihat sebagai suatu kemunculan wacana anti kolonialisme yang sudah diteriakkan sejak dekade pertama abad XX, baik di Pulau Jawa maupun di negeri Belanda. Pengusungnya adalah para mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Indonesia, dan Mohammad Hatta pernah menjadi ketuanya.

Bacalah tulisan para founding fatherspada dekade ini, dan kita akan sadar bahwa ke-kiri-an adalah identitas yang tak terpisahkan dari kelahiran Indonesia sebagai bangsa. Bahkan, jika merujuk pada fakta sejarah, pemberontakan tahun 1926 yang dilakukan Partai Komunis boleh dibilang adalah salah satu upaya pertama memberontak terhadap kolonialisme Belanda, walaupun untuk waktu itu bisa dikatakan masih prematur, sehingga tak berhasil.

Dengarlah pidato Soekarno dari sejak ia muda hingga tahun- tahun terakhir ia menjadi presiden. Ia adalah seorang presiden kiri yang ditakuti Amerika, disegani Rusia dan Tiongkok. Jangan lupa dengan seorang Tan Malaka, organisatoris yang kerap lenyap ditelan bumi, dan buku-bukunya yang melegenda hingga hari ini.

Mohammad Hatta pun bukan orang yang anti pada pemikiran kiri, demikian pula Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia pertama. Oh ya, sebagai tambahan, bukankah pemerintah sekarang mengaku menitiskan semangat Soekarno lewat partai pengusung dan ketua partainya?

Kiri diperlukan

Kiri dan kanan memang ideologi yang sering bertolak belakang, sulit dalam tulisan pendek ini meringkaskan ideologi dasar dari keduanya dengan komprehensif. Namun, garis besar pemikiran kiri adalah pemikiran kritis, progresif, mempertanyakan struktur sosial masyarakat yang tidak adil, dan seterusnya, sementara pemikiran kanan cenderung melegitimasi status quo, menganut pemikiran yang mapan, berpihak pada pengembangan kapital, kembali pada agama, dan seterusnya. Mohon maaf itulah sekadar pendefinisian sederhana yang sangat tidak elaboratif.

Jika kita lompat pada kehidupan sehari-hari, kiri dan kanan adalah dua hal yang sama-sama dibutuhkan. Mobil tak mungkin hanya berjalan menggunakan ban sebelah kanan, oleh karena itu ia juga membutuhkan ban sebelah kiri.

Neraca pengukur tak mungkin menggunakan neraca sebelah kanan saja, karena ia juga membutuhkan neraca sebelah kiri untuk mengimbanginya. Tangan kiri dan kanan sama-sama diciptakan untuk mengisi kebutuhan manusia sehari-harinya.

Kiri adalah pengimbang, pengingat, penjaga "harmoni" agar situasi yang ada tak ditarik sepenuhnya ke kanan. Dalam urusan dunia pemikiran maka kapitalisme (yang kerap direpresentasikan sebagai bentuk pemikiran kanan—kembali mohon maaf untuk penyederhanaan ini) membutuhkan pemikiran kiri untuk bisa menunjukkan kelemahannya, memberikan alternatif pemikiran, menunjukkan perlunya dipikirkan adanya kelompok masyarakat yang tertinggal atau ditinggal dari praktik ekonomi kapitalisme.

Dunia bukan semata milik para pemenang, para pemilik modal, tetapi dunia juga berhak ditinggali dengan kelayakan oleh seluruh kelompok masyarakat.

Memang secara formal di Indonesia pernah ada Tap MPRS tahun 1965 yang melarang pengajaran soal marxisme, komunisme, leninisme. Tap MPRS ini sampai sekarang belum pernah dicabut walaupun di zaman Presiden Gus Dur hal ini pernah diupayakan untuk dicabut.

Meskipun demikian, bukankah isi Tap MPRS tadi sudah jauh dari relevansinya saat sekarang? Pertama sekali, tiga ideologi yang dideretkan tadi bukan hal yang bisa disebut dalam satu tarikan napas. Butuh penjelasan panjang lebar untuk menyatakan marxisme tak mesti komunisme, dan komunisme tak selalu adalah leninisme. Mereka yang tertarik mengetahui lebih dalam bisa mempelajarinya dalam puluhan buku untuk mendapat gambaran yang lebih jelas.

Lebih penting lagi, dua dari tiga ideologi di atas sudah terbukti gagal dalam praktik. Marxisme pun mendapat banyak kritik dan kemudian perbaikan konsep oleh para penerusnya.

Waspadai fasisme

Nyatanya, pemikiran kiri (yang tak melulu bersumber pada marxisme) dibutuhkan untuk mengimbangi pemikiran soal kapitalisme global, dan kapitalisme digital yang sudah merebak ke mana-mana. Penulis justru lebih khawatir dengan ideologi fasisme yang ditunjukkan banyak pihak untuk penyelesaian masalah.

Jangan lupa buku yang dilarang di Jerman, Mein Kampf, karya Hitler, di Indonesia tidak dilarang. Bahkan, lebih mengerikan—menurut penulis—ketika buku ini dicetak belasan ribu kopi dan pernah menjadi salah satu buku terlaris di beberapa toko buku di Indonesia.

Jadi, mengapa harus takut dengan pemikiran kiri, sejauh itu memang suatu proses ilmiah, menggagas pemikiran alternatif, upaya memahami fenomena yang ada, dan lebih penting lagi kegiatan ini jauh dari ajakan untuk melakukan kekerasan.

Yang perlu dikhawatirkan justru para penentang Festival dan Pameran Belok Kiri tersebut yang jelas-jelas menunjukkan praktik fasisme dan diamini oleh aparat keamanan.

Apakah kita masih menganggap negeri ini demokratis? Pikir sekali lagi.

IGNATIUS HARYANTO, PENELITI; MAGISTER FILSAFAT DARI STF DRIYARKARA

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 5 Maret 2016, di halaman 7 dengan judul "Ketakutan akan Kiri".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger