Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 03 Maret 2016

TAJUK RENCANA: Koperasi untuk Hadapi Pasar Bebas (Kompas)

Koperasi tingkat desa mati suri sehingga tidak memiliki daya tawar yang kuat saat petani padi berhadapan dengan tengkulak dan pemodal besar.

Saat ini hanya sekitar 150 koperasi unit desa di 17 provinsi yang aktif dan dapat diandalkan. Jumlah ini terlalu kecil untuk membangun jejaring yang efektif menghadapi persaingan dari investor yang masuk ke desa-desa, termasuk juga tengkulak dan pengusaha besar.

Sejak tahun lalu, pemerintah berusaha meningkatkan produksi pangan, utamanya beras, seraya menaikkan kesejahteraan petani dan menjaga harga di tingkat konsumen. Terjadi perbedaan harga yang lebar antara tingkat di tingkat petani dan konsumen. Rantai perniagaan yang panjang, hingga sembilan mata rantai, ditengarai menyebabkan perbedaan harga tersebut.

Kementerian Pertanian (Kementan) berupaya memotong rantai tata niaga tersebut dengan membentuk struktur pasar baru. Caranya, memproduksi beras sepanjang tahun agar tidak terjadi kelangkaan beras yang memberi celah pedagang menahan beras dan menaikkan harga.

Kementan juga menyubsidi petani berupa alat pengolah gabah dan alat transportasi agar menghasilkan beras dengan harga kompetitif. Gabah itu dijual di Toko Tani Indonesia sebagai mitra petani.

Dengan segala kerja keras pemerintah, hal esensial yang belum dikerjakan adalah membangun kelembagaan petani. Perlu diingat, pertanian padi di Indonesia dikerjakan petani kecil. Mereka sangat efisien dalam budidaya dan produksi karena, antara lain, menggunakan tenaga kerja keluarga yang biayanya tidak dihitung. Memasuki tahap pengolahan dan pemasaran, petani kehilangan daya saing.

Petani yang kecil-kecil itu dapat menjadi kekuatan besar apabila mereka terorganisasi melalui kelompok tani dan koperasi. Koperasi mampu menangkap skala usaha petani yang kecil-kecil tetapi banyak jumlahnya.

Pada masa lalu, koperasi desa namanya buruk karena ulah sejumlah pengurus yang menggelapkan dana koperasi. Namun, hal itu tidak bisa dijadikan alasan koperasi sebagai organisasi usaha gotong royong tak layak dikembangkan. Banyak koperasi di sejumlah negara, termasuk yang kapitalis, sukses mengembangkan usahanya ke skala global.

Menghadapi pasar bebas, koperasi semakin relevan untuk meningkatkan daya tawar petani karena sifatnya yang gotong royong, menghimpun yang kecil-kecil, dan memiliki jenis dan skala usaha sesuai kebutuhan anggota.

Saat ini koperasi mati suri. Padahal, pendiri bangsa sudah mengingatkan koperasi adalah soko guru ekonomi yang cocok dengan jiwa gotong royong masyarakat Indonesia. Yang diperlukan, keberpihakan pemerintah dalam mengembangkan koperasi.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Maret 2016, di halaman 6 dengan judul "Koperasi untuk Hadapi Pasar Bebas".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger