Kita tahu bahwa sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di negeri ini sudah ada yang namanya upeti. Di zaman penjajahan Belanda juga sudah ada ungkapan "voor wat, Hoort wat", yang artinya 'untuk apa, tentu ada apa-apanya'. Ini juga berarti semacam balas budi saja. Sayangnya, seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebiasaan ini menjadi berkembang sebagai keharusan yang dipaksakan jika seseorang membutuhkan pelayanan publik dari petugas yang berwenang untuk mengurusnya. Sejak itu pungli baru dianggap sebagai suatu kejahatan.
Repotnya, pungli ini terjadi di hampir segala lapisan masyarakat sehingga sangat sulit diberantas. Buktinya, pada zaman pemerintah Soeharto dahulu, sudah ada usaha untuk memberantas pungli dengan kejadian: Menteri Penertiban Aparatur Negara JB Sumarlin menyamar sebagai rakyat biasa. Ia menginspeksi mendadak ke satu rumah sakit dan menindak langsung petugas yang melakukan pungli.
Tindakan Sumarlin ini memang menghilangkan pungli untuk sementara saja. Selanjutnya, dalam memberantas pungli ada juga tindakan pemerintah Orde Baru yang dinamakan opstib (operasi penertiban) dengan mengeluarkan antara lain Keppres No 12/1970. Juga ada Inpres No 9/1977 tentang Operasi Penertiban, dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum dengan Keppres No 37/009. Semua itu intinya untuk memberantas pungli, yang ternyata tidak berhasil.
Jangan gebrakan sesaat
Perbuatan pungli sampai sekarang ternyata semakin marak, bahkan sampai merasuk pada instansi-instansi resmi, pada penegakan hukum dan pemerintah yang sangat sukar untuk dilacak. Kekecualian hanya terjadi apabila ada pelaku yang tertangkap tangan, seperti yang baru-baru ini terjadi di Kementerian Perhubungan pada Selasa (11/10) lalu. Itu pun, menurut sementara orang, terkesan sensasional karena dihadiri sendiri oleh Presiden Jokowi dan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, di mana Presiden Jokowi mencanangkan aba-aba: "Stop Pungli".
Hal ini hendaknya tidak seperti waktu-waktu sebelumnya, yang hanya merupakan gebrakan sesaat, yang nasibnya hanya meledak sesaat kemudian langsung hilang di perjalanan. Saya berharap tidak akan demikian halnya, tetapi terus berjalan hingga terberantas bersih sampai ke akar-akarnya.
Ke depan, semoga tidak pernah ada lagi seseorang maupun petugas pelayanan di segala lapisan masyarakat pada instansi-instansi hukum dan pemerintahan yang akan berani melakukan perbuatan pungli, apalagi di bawah pimpinan Presiden Jokowi yang telah bertekad untuk mengadakan "Revolusi Mental".
Hendaknya masyarakat pun ikut mematuhi Presiden Jokowi yang telah mencanangkan aba-aba "Stop Pungli", dan mendukung program pemerintah untuk menghilangkan pungli dari segala macam urusan di Indonesia. Semoga program pemerintah saat ini akan berhasil terlaksana dengan lancar.
ADI ANDOJO SOETJIPTO
Mantan Ketua Muda Mahkamah Agung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar