Di 10 kabupaten/kota itu: Nias, Sibolga, Lebak, Pandeglang, Serang, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Situbondo, Ponorogo, dan Banyuwangi, ada yang kondisi kesehatannya baik ada pula yang masih bermasalah kurang gizi dan tinggi badan di bawah normal (stunting).
Dalam hal ini, nutrisi memegang peran sentral dalam mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih sehat dan sejahtera. Nutrisi menjamin tumbuh kembang yang akhirnya bermanfaat kesehatan dan ekonomi.
Keberhasilan dalam implementasi pembangunan kesehatan nasional sangat bertumpu pada bagaimana kita memberikan perhatian pada nutrisi dalam keluarga, terutama pada anak-anak dalam masa tumbuh kembang.
Capaian nasional
Ibu hamil yang tidak cukup gizi akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah sehingga berisiko terkena penyakit-penyakit yang mengancam kelangsungan hidup anak. Para gadis yang kekurangan gizi berisiko tidak mampu mengandung dan melahirkan anak sehat. Kekurangan gizi menciptakan lingkaran jahat (vicious circle) karena akan menghambat tumbuh kembang anak hingga dewasa.
Menurut Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef), biaya ekonomi dari kekurangan gizi mencapai 10 persen dari pendapatan individu di sejumlah negara. Negara-negara di Asia dan Afrika kehilangan 11 persen dari pendapatan nasional bruto (PNB) setiap tahun akibat gizi buruk.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, gizi buruk menghadirkan risiko terbesar terhadap kesehatan di negara-negara berkembang. Secara global, terdapat 3,1 juta anak balita meninggal setiap tahun sebagai akibat gizi buruk, yang berarti 45 persen dari semua kematian anak balita.
Secara nasional, upaya pembangunan kesehatan masyarakat melalui peningkatan gizi keluarga menunjukkan hasil menggembirakan, meskipun masih perlu terobosan untuk mempercepat perbaikan gizi rakyat.
Pemantauan Status Gizi (PSG) 2015 menunjukkan, 3,8 persen anak balita mengalami gizi buruk. Angka ini turun dari tahun sebelumnya, yakni 4,7%.
Untuk status gizi anak balita menurut Indeks Berat Badan per Usia (BB/U) adalah 79,7% gizi baik; 14,9% gizi kurang; 3,8% gizi buruk, dan 1,5% gizi lebih.
Untuk status gizi anak balita menurut Indeks Tinggi Badan per Usia (TB/U) hasilnya 71% normal dan 29,9% anak balita pendek dan sangat pendek.
Untuk status gizi anak balita menurut Index Berat Badan per Tinggi Badan (BB/TB) adalah 82,7% normal, 8,2% kurus, 5,3% gemuk, dan 3,7% sangat kurus.
Terdapat berbagai kondisi kesehatan keluarga yang masih harus ditingkatkan melalui upaya peningkatan gizi keluarga. Peningkatan ini terutama dapat ditempuh melalui akselerasi program seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk anak balita dan ibu hamil ataupun program-program pendamping inovatif lainnya.
Secara geografis, malnutrisi umumnya tersebar di sejumlah wilayah di Tanah Air yang rentan kerawanan pangan. Namun, malnutrisi juga berkaitan dengan perilaku dan konsumsi masyarakat. Temuan studi tentang kondisi ketahanan pangan dan gizi di Indonesia-dilaksanakan Smeru, UKP4 dan WFP (2014)-menunjukkan bahwa malnutrisi juga tersebar dalam semua spektrum pendapatan. Ini menunjukkan bahwa malnutrisi tidak hanya merupakan persoalan kelompok berpendapatan rendah atau yang menetap di wilayah rawan pangan, tetapi juga rumah tangga kaya di perkotaan.
Namun, upaya meningkatkan status gizi masyarakat menjadi berat jika bidang-bidang pembangunan yang terkait kecukupan nutrisi, seperti ketahanan pangan, infrastruktur, air bersih dan sanitasi, masih bermasalah.
Peran pemerintah
Mengatasi masalah kekurangan gizi, pemerintah mengupayakan pendekatan preventif dan promotif berupa Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan Program Keluarga Sehat.
Germas, antara lain, mencakup penurunan beban penyakit menular dan tidak menular, menghindari penurunan produktivitas penduduk, serta menurunkan beban biaya layanan kesehatan. Germas berbasis pada kerja sama multisektor; keseimbangan masyarakat, keluarga, dan individu; pemberdayaan masyarakat; penguatan sistem kesehatan; Jaminan Kesehatan Nasional (JKN); dan pemerataan layanan.
Kebijakan lain untuk menunjang pembangunan kesehatan melalui pendekatan preventif dan promotif adalah Program Keluarga Sehat yang dilaksanakan oleh puskesmas.
Untuk memastikan agar baik Germas ataupun Program Keluarga Sehat dapat berfungsi optimal, perlu pembinaan pada puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. Pembinaan tersebut terutama mencakup penyiapan data berbasis keluarga di wilayah kerja dan pelayanan sesuai dengan permasalahan kesehatan.
Susun standar
Saat ini Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Dalam Negeri sedang menyusun RPP Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan revisi peraturan tentang Struktur Organisasi Dinas Kesehatan. SPM mencakup ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan pemerintahan.
Terkait dengan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dan Program Keluarga Sehat adalah Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Gerakan 1000 Hari Pertama Kehidupan merupakan salah satu jawaban terhadap permasalahan status gizi.
Gerakan 1000 HPK ini bertolak pada pemikiran bahwa periode terpenting dalam kehidupan manusia adalah masa 1.000 hari pertama dalam kehidupan, yang mencakup 270 hari dalam kandungan dan 730 hari setelah kelahiran. Masalah gizi selama periode tersebut akan memengaruhi tumbuh kembang anak, mengakibatkan kondisi kerdil, kurus kering, ataupun obesitas, dan pada gilirannya memperburuk kualitas hidup saat dewasa.
Salah satu fokus Germas adalah pemenuhan kebutuhan gizi melalui konsumsi sayur dan buah sebagai landasan mewujudkan kehidupan keluarga yang sehat.
NILA F MOELOEK
Menteri Kesehatan
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Oktober 2016, di halaman 7 dengan judul "Pembangunan Gizi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar