Bagaimana tidak? Di tengah mulai tumbuhnya kepercayaan masyarakat untuk membayar pajak, yang terlihat dari tingginya partisipasi program amnesti pajak, operasi tangkap tangan itu menunjukkan bahwa masih ada banyak persoalan yang harus dibereskan di tubuh Direktorat Jenderal Pajak itu sendiri, yaitu integritas aparaturnya.
Dalam operasi KPK di Springhill Residence, Kemayoran, Jakarta, Senin (21/11) malam itu, Handang Soekarno yang menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak diduga menerima suap dari Presiden Direktur PT EK Prima Raj Rajamohanan Nair. Uang sejumlah 148.500 dollar AS, setara Rp 1,9 miliar, disita dari tangan Handang.
Informasi diperoleh KPK, Handang menjanjikan menghilangkan kewajiban pajak PT EK Prima. Nilainya tidak sedikit, yaitu Rp 78 miliar. Atas jasa itu, Raj menjanjikan imbalan uang Rp 6 miliar. Pemberian uang Rp 1,9 miliar itu bagian dari komitmen tersebut.
Ulah Handang ini sungguh sebuah ironi di tengah kondisi perekonomian negara sedang menghadapi impitan yang tidak ringan. Kita tahu pendapatan negara dari pajak merupakan penopang utamanya. Kontribusi penerimaan pajak terhadap pendapatan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sekitar 70 persen. Saat ini, total penerimaan pajak juga belum mencapai target. Sampai 31 Oktober 2016 adalah Rp 870,95 triliun atau 64,27 persen dari target APBN-P 2016.
Pemerintah juga sedang gencar-gencarnya memperluas basis pajak mengingat tingkat kepatuhan pajak masih sangat rendah. Potensi wajib pajak orang pribadi baru sekitar 60 juta orang, wajib pajak terdaftar 28 juta orang, sedangkan yang menyampaikan surat pemberitahuan tahunan pajak baru 8,9 juta orang.
Tak heran, Menteri Keuangan Sri Mulyani berang dan mengeluarkan pernyataan sangat keras. Dia menilai perbuatan Handang sebagai pengkhianatan (Kompas, 23/11).
Kasus ini juga kembali menyegarkan ingatan pada kasus aparatur pajak Gayus Halomoan P Tambunan yang sudah dijatuhi hukuman berlapis dalam kasus korupsi pajak dan pencucian uang. Total hukuman yang diterima Gayus 30 tahun pidana penjara dan denda mencapai Rp 1 miliar. Namun, rupanya hukuman itu belum bisa membuat jera.
Rencana "bersih-bersih" Menkeu dengan membuka akses seluas-luasnya kepada KPK menjadi penting. Dengan demikian, selain penindakan, pengawasan segenap aparatur pajak bisa lebih sistematis dan masif. Semoga menjadi obat mujarab menyembuhkan kepercayaan yang terluka.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 November 2016, di halaman 6 dengan judul "Bersih-bersih Aparatur Pajak"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar