Liputan harian Kompas dua hari berturut-turut kemarin mengangkat ke permukaan permasalahan klasik itu. Puluhan tahun profesi guru ditempatkan sebagai subject matter delivery (agen pelaksana kurikulum formal), dipuji sebagai profesi mulia, sebaliknya dibiarkan "merana".
Program sertifikasi guru awalnya bermaksud baik. Namun, karena tidak digarap bersama Kemenkeu dan Kemendagri, ribuan guru yang lulus sertifikasi belum memperoleh tunjangan seperti yang dijanjikan. Mereka malah disertifikasi ulang dengan peningkatan standar kelulusan.
Pengangkatan guru berstatus PNS dari sekolah swasta dengan keharusan tidak boleh mengajar di sekolah swasta dan kebijakan nol penempatan guru berstatus PNS di sekolah swasta bertabrakan dengan afirmasi swasta sebagai partner negeri. Setelah gaduh dibicarakan, semua tinggal rencana, semua jalan seperti selama ini.
Wacana penanganan guru secara terpusat, yang bisa mempercepat proses distribusi secara merata, juga belum tergarap. Rencana penanganan guru mulai dari PAUD hingga SMA/SMK terpusat, bagian dari pemanfaatan guru untuk kepentingan politik sekaligus distribusi guru, tetap sebagai rencana.
Alih-alih bicara soal ketersediaan guru di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), distribusi Jawa dan luar Jawa saja belum merata. Habis sudah air mata tumpah karena kisah sedih penyandang profesi guru.
Momentum Hari Guru Nasional, menurut rencana tanggal 27 November tidak lagi 25 November seperti yang selama ini dan meleburnya organisasi guru, kita harapkan menjadi pelatuk bersatunya semangat menciptakan kebijakan strategi profesi guru. Kebijakan tak cuma dibahas, tetapi juga harus ditindaklanjuti dengan langkah konkret dan terprogram.
Penanganan guru di daerah 3T yang menjadi prioritas tahun 2017 sebenarnya sepotong dari seabrek persoalan guru. Menyelesaikan permasalahan guru perlulah sejumlah institusi duduk bersama, setidaknya Kemdikbud, Kemendagri, Kemenkeu, dan Bappenas. Dari sana dihasilkan kesepakatan tentang daruratnya permasalahan guru.
Mencanangkan target perlu sebagai pelecut, tetapi target tanpa dilandasi kondisi riil hanya berakhir sebagai lip service politik. Diperlukan politik (kebijaksanaan) menyangkut profesi keguruan, dengan proyeksi seperti pada tahun 2019 ada 500.000 guru PNS yang pensiun.
Kata kuncinya, masih adakah hati dan niat baik yang tulus bahwa semua demi masa depan generasi penerus bangsa!
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 23 November 2016, di halaman 6 dengan judul "Kebijakan Strategis Profesi Guru".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar