Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pekan lalu mengingatkan masyarakat berpenghasilan rendah akan mengalami dampak terberat paling awal apabila masyarakat beramai-ramai menarik uang dari bank.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution dan Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo secara terpisah mengingatkan, kondisi Indonesia dalam keadaan baik. Ekonomi tumbuh di atas 5 persen, inflasi sekitar 3 persen, dan sebagian besar bank telah lolos uji ketahanan seandainya terjadi guncangan keuangan.
Meskipun ajakan di media sosial agar anggota masyarakat ramai-ramai menarik uang dari bank tidak mewujud, hal tersebut mengingatkan kita sekali lagi pada pengaruh media sosial.
Data dari WeAreSocial, misalnya, menyebut tahun ini Indonesia memiliki lebih dari 88 juta pengguna aktif internet. Dari jumlah itu, sebanyak 79 juta pengguna aktif di media sosial dan 66 juta pengguna memakai telepon seluler. Jumlah pengguna tersebut meningkat 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dengan jumlah pengguna media sosial sebesar itu, dan tingkat melek media beragam, tidak mengherankan jika kabar di media sosial berpotensi dipercaya begitu saja.
Kita mengapresiasi sikap otoritas keuangan yang segera menepis ajakan di media sosial untuk mengambil uang secara massal dari bank. Kita pernah mengalami hal itu pada tahun 1997-1998 ketika sistem keuangan diterjang krisis keuangan Asia. Ketidakpercayaan kepada pemerintah menyebabkan masyarakat menarik dana dari bank.
Situasi saat ini berbeda dari tahun 1998. Krisis keuangan Asia dan krisis keuangan global 2008 telah memberi pelajaran untuk memperkuat pengawasan perbankan; seperti kewajiban penyediaan modal minimum dan pemenuhan modal inti minimum bank, transparansi dan publikasi laporan bank, dan ketentuan kehati-hatian.
Globalisasi dan teknologi digital memupus batas-batas negara, pada saat yang sama memudahkan pula masyarakat berkelompok menurut kepentingan berbasis kesamaan aspirasi sosial, politik, dan ekonomi.
Dalam perubahan cepat saat ini penting menegaskan kembali mengapa Indonesia harus terus ada. Francis Fukuyama memformulasikan, menempatkan kepentingan negara di atas kepentingan kelompok memerlukan kepercayaan dan modal sosial lebih luas. Kepercayaan kepada negara dibentuk salah satunya oleh identitas nasional yang mewujud dalam bentuk kelembagaan negara yang dalam kenyataannya selalu berada dalam tarik-menarik berbagai kelompok kepentingan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 November 2016, di halaman 6 dengan judul "Media Sosial dan Penarikan Dana".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar