Cari Blog Ini

Bidvertiser

Senin, 21 November 2016

TAJUK RENCANA: Unjuk Rasa Kelima di Kuala Lumpur (Kompas)

Untuk kelima kalinya, kelompok Bersih menggelar unjuk rasa di Kuala Lumpur dengan tujuan menuntut Perdana Menteri Najib Razak mengundurkan diri.

Yang menarik dari unjuk rasa kali ini adalah ikut sertanya mantan orang kuat Malaysia, Mahathir Mohamad, yang menjabat sebagai perdana menteri dari tahun 1981 hingga 2003. Selain Mahathir, mantan Wakil PM Muhyiddin Yassin juga ambil bagian dalam demonstrasi tersebut. Kedua mantan petinggi Malaysia itu bahkan juga mengenakan kaus warna kuning, warna yang digunakan para demonstran dari kelompok Bersih, yakni sebuah konfederasi aktivis pro demokrasi dan anti korupsi.

Sekitar 15 bulan silam, tahun 2015, demonstrasi serupa digelar Bersih. Ketika itu, aksi mereka lebih merupakan ungkapan semangat demokrasi, pemilu yang bersih. Akan tetapi, aksi akhir pekan lalu yang diikuti ribuan orang lebih merupakan ungkapan frustrasi dari semangat demokrasi. Mereka menuntut Najib mundur, meletakkan jabatan.

Najib banyak dikritik setelah diberitakan mengalihkan dana sejumlah 700 dollar AS di perusahaan investasi nasional, 1Malaysia Development Berhad (1MDB), ke rekening pribadinya. Bahkan, Departemen Kehakiman AS, Juli silam, menyatakan lebih dari 3,5 miliar dollar AS telah dicuri dari 1MDB yang didirikan Najib. Sebagian dana mengalir ke rekening Malaysian Official 1 yang diidentifikasi oleh para pejabat AS dan Malaysia sebagai Najib.

Kasus inilah yang telah menebarkan benih perlawanan pada Najib. Tindakan pemerintah yang menangkap dan menahan 11 pemimpin dan aktivis oposisi tidak membuat takut para penentang Najib, justru sebaliknya. Bisa jadi tindakan keras memberangus pernyataan pendapat itu justru menjadi pengobar api perlawanan.

Gerakan rakyat seperti yang terjadi di Malaysia ini bukanlah hal baru bagi negara-negara ASEAN. Filipina mengawali gerakan perlawanan rakyat pada tahun 1986, yang berakhir dengan tumbangnya diktator Ferdinand Marcos. Di Thailand, gerakan semacam itu kerap terjadi, bahkan cenderung berubah menjadi kerusuhan. Indonesia juga mempunyai pengalaman yang sama, yakni pada tahun 1998, yang berakhir dengan jatuhnya pemerintahan Presiden Soeharto.

Yang terjadi di Filipina dan Indonesia merupakan ungkapan ketidakpuasan terhadap pemerintah, terhadap penguasa, karena dianggap korup dan memberangus kehidupan demokrasi. Kisah yang sama terjadi di banyak belahan dunia, di negara-negara Eropa Timur, juga di kawasan Timur Tengah, yang berakhir dengan jatuhnya penguasa karena alasan yang hampir-hampir sama.

Akan ke manakah gerakan rakyat di Malaysia ini? Sejarah sudah membuktikan, pemerintah yang korup dan tak demokratis tidak akan mampu melawan kehendak rakyat. Kekuatan rakyat akan menciptakan perubahan.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 November 2016, di halaman 6 dengan judul "Unjuk Rasa Kelima di Kuala Lumpur".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger