Pada kolom kesehatan Kompas yang diasuh dr Samsuridjal Djauzi (Sabtu, 5/11) seorang pembaca menuliskan pengalaman diri bersama kedua saudaranya yang perokok berat. Di akhir tulisan ia mengatakan, kami telah sepakat berhenti merokok. Adakah cara yang cepat?
Saya lahir Agustus 1947 di sebuah desa di Klaten. Waktu menikah 1978, listrik belum masuk desa kami. Selesai sekolah saya bergabung dengan tenaga kerja sukarela (TKS BUTSI), 1972-1974 ditempatkan di Provinsi Lampung, 1974-1976 bertugas di Provinsi Papua. Sebagai TKS, saya hidup bersama masyarakat desa. Setiap ada pertemuan, rokok tak pernah lepas dari tangan.
Di Lampung, masyarakat yang merokok lebih banyak dibandingkan di Papua karena ada komunitas yang mengajak menjauhi rokok dengan alasan meracuni tubuh. Saya berpikir, lalu untuk apa orang merokok? Ada yang mengatakan sebagai sarana bergaul dan mencari inspirasi. Saya mencari jawaban yang umum, tetapi tidak ketemu.
Dari Papua saya bekerja di sebuah LSM kesehatan di Solo. Pada Oktober 1976 saya berhenti merokok karena tidak menemukan manfaat rokok. Saya ajak teman-teman berhenti merokok dengan pertanyaan apa manfaat merokok.
Sewaktu berhenti merokok rasanya ada sesuatu yang hilang, tetapi saya bertekad untuk tetap tidak merokok. Untuk mengisi sesuatu yang hilang ini, saya membaca dan melakukan berbagai kegiatan lain, termasuk menyelesaikan pekerjaan kantor. Tak hanya itu, saya juga banyak minum air putih. Sekarang, kalau ada bau rokok, perut saya mual.
Mudah-mudahan pengalaman saya bisa menginspirasi.
WURSITO LARSO
Jalan Nosido II, Perumnas Palur, Karanganyar, Solo
Telepon Bermasalah
Saya pengguna Indosat Matrix nomor 08159650xxx dari tahun 2000 sampai berubah menjadi Ooredoo sekarang. Tanggal 17 September 2016, saya meningkatkan paket data plan untuk masa berlaku 30 hari. Karena kuota internet habis, pemakaian WhatsApp (WA) dan koneksi internet diblokir. Saya bukan pengguna aktif media sosial.
Pada 27 September saya mendapat SMS dari Indosat, pemakaian sudah melebihi rata-rata. Setelah menelepon Indosat, saya mendapat penjelasan, setelah kuota habis, pemakaian akan dihitung perkilobyte (KB). Saya protes karena tak ada pemberitahuan sebelumnya, baik saat registrasi sampai pengaktifan paket.
Total tagihan Rp 737.275, hanya untuk kelebihan pemakaian data per KB. Selama ini, total tagihan saya sekitar Rp 200.000. Kaget dengan jumlah itu, pada 5 Oktober saya mengadukan keberatan dan diterima Wulan.
Tanggal 6 Oktober 2016, customer service (CS) Alia menyatakan Rp 737.275 akan dihapus dengan nomor laporan 1-10749237802.
Tanggal 7 Oktober, saya sampaikan sistem pembayaran via ATM harus full. Saya minta koreksi supaya bisa bayar.
Tanggal 24 Oktober, CS Wulan memastikan tagihan saya akan dikoreksi. Saya diminta tunggu.
Tanggal 5 November, ada e-mail tagihan dari Indosat, tarifnya diakumulasi dan tak ada pengurangan biaya seperti yang sudah disepakati dengan petugas.
Sepanjang 7-11 November, saya terus coba menelepon di nomor 021-54388888, 30003000, 185. Semua tidak bisa dihubungi.
Tanggal 11 November, saya mengirim e-mail kepada cs@indosatooredoo.com untuk menyampaikan komplain nilai tagihan. Saya mendapat jawaban: silakan datang ke gerai Indosat untuk bayar secara mencicil. Saya menjawab, saya bukan mau mencicil, melainkan mau membayar tagihan dikurangi biaya data. Petugas setuju.
Tanggal 18 November, nomor HP saya diblokir sesuai tanggal jatuh tempo tagihan. Terpaksa saya bayar penuh dan nomor bisa langsung digunakan.
Jadi, apa arti penjelasan biaya data Rp737.275 akan dihapus dan dikoreksi?
FIFIE LONITA
Gading Serpong
Internet Rusak
Saya pelanggan TV kabel dan internet First Media, nomor pelanggan 20438301, atas nama istri saya, Lianny.
Internet saya terganggu sejak 29 Agustus 2016. Saya sudah berulang kali menghubungi petugas di nomor 25596000 dan selalu mendapat jawaban akan diinformasikan ke bagian teknis, perbaikan jaringan sedang diupayakan, dan harap menunggu.
Hingga saat ini, jaringan tidak terkoneksi dan tidak ada informasi sampai kapan bisa kembali normal. Saya sebagai pelanggan merasa kecewa dan berharap bisa mendapat penjelasan atas apa yang terjadi.
JONI
Gading Serpong, Tangerang
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Desember 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar