Berkenaan dengan diberlakukannya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, mulai 15 Januari 2015, saya ingin membahas desa di Provinsi Bali.
Sebutan desa sesuai amanat undang-undang tersebut adalah Desa Adat atau Desa Pakraman, yang sudah ada sejak zaman kerajaan di Bali. Berdasarkan data Kantor Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, areal di Bali sudah habis terbagi menjadi 1.488 desa adat/desa pakraman.
Untuk itu, pemerintahan terkait—pusat, provinsi, kabupaten/kota—di Bali wajib mencabut undang-undang/peraturan pemerintah pengganti undang-undang itu yang melahirkan desa/kelurahan di Provinsi Bali.
Pemerintah terkait perlu menetapkan desa adat/desa pakraman di Bali dengan sebutan desa karena desa/kelurahan di Bali tidak memenuhi syarat wilayah, syarat warga desa, dan syarat aset desa. Wilayah desa/kelurahan tumpang tindih dengan wilayah desa adat/desa pakraman.
Pasal 101 Undang-Undang No 6/2014 tentang Desa perlu segera dilaksanakan. Mari mengingat pesan Bung Karno, "Jasmerah", jangan sekali-kali melupakan sejarah.
ANAK AGUNG OKASUAMBA
Jalan Gunung Sanghyang, Denpasar, Bali
UU Perkoperasian
Senin (21/11) Kompas memuat artikel M Dawam Rahardjo "Reformasi Koperasi untuk Ekonomi Desa". Pada alinea ke-13 tertulis: "Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi, yang sekarang masih berlaku sebelum ada UU pengganti, memberi kesempatan kepada koperasi untuk menerbitkan saham guna memperkuat permodalan".
Pernyataan tersebut bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 28/PUU-XI/2013 sehingga mengandung kesalahan substansial karena dalam amar putusannya, yang dibatalkan MK adalah UU Perkoperasian No 17/2012, bukan tahun 2013. Dalam amar putusan tersebut, juga ditegaskan bahwa UU No 25/1992 tentang Perkoperasian dinyatakan berlaku kembali untuk sementara sampai terbentuknya undang-undang perkoperasian yang baru. Dengan demikian, undang-undang perkoperasian yang berlaku saat ini (ius constitutum) adalah UU No 25/1992.
Artinya, UU No 17/2012 mutlak tak berlaku lagi. Konsekuensi hukumnya adalah hal-hal yang diatur di dalam undang-undang ini–termasuk menerbitkan saham–secara yuridis tidak boleh dilakukan.
Merespons putusan MK tersebut, Kementerian Koperasi dan UKM sudah menerbitkan regulasi turunan berupa Permen No 1/2015 yang membatalkan logo/ lambang baru koperasi dan kembali ke logo/lambang koperasi lama.
INDA SUHENDRA
Ketua Koperasi Karyawan Arimbi, Ciawi, Bogor
Terluka di Mal
Selasa (1 November 2016) sekitar pukul 20.30—seusai makan malam—ibu jari kaki anak saya yang baru berusia 5 tahun terluka sayat cukup dalam di area Lounge 2F AEON Mall BSD, Tangerang Selatan.
Karena panik akibat darah yang cukup banyak, saya tidak sempat mencari penyebabnya. Saya hanya menduga anak saya terkena kaki sofa (stool) yang terbuat dari besi. Saya langsung ke rumah sakit dan anak saya menerima beberapa jahitan.
Dalam hal ini, saya tidak menyalahkan pihak mana pun. Namun, saya berharap agar pihak terkait dapat menganalisis dan mengevaluasi penyebabnya, mungkin dicek melalui CCTV, agar tidak ada lagi korban.
Saya mengucapkan terima kasih kepada perempuan petugas di meja informasi di depan area Lounge 2F—maaf tidak sempat menanyakan nama—yang dengan sigap membantu memberikan perban dan kotak P3K.
ADITYA
TAMANSARI PESONA BALI, CIRENDEU, TANGERANG SELATAN
Kenaikan Tarif Pos
Saya rutin menggunakan jasa pos untuk mengirim surat dengan kilat khusus dan paket. Mendengar ada kenaikan surat kilat khusus dan ekspres, Sabtu (17/9/2016) saya ke kantor pos.
Ternyata benar ada kenaikan cukup besar, berlaku mulai 11 September 2016. Padahal, seingat saya, kenaikan terakhir belum satu tahun berlaku.
Saya memiliki contoh surat kilat khusus, dikirim 3 September 2016 dari Jakarta ke Baubau dengan berat 20 gram, kena tarif Rp 35.330. Setelah kenaikan menjadi Rp 55.500. Kemudian surat dikirim 8 September 2016 dari Jakarta ke Malang, Jawa Timur, dengan berat 85 gram dengan tarif Rp 11.330, setelah kenaikan menjadi Rp 19.000.
Kenaikan tarif pos tersebut buat saya cukup memberatkan.
VITA PRIYAMBADA
Kompleks Perhubungan B25, Jatiwaringin, Jakarta Timur
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Desember 2016, di halaman 7 dengan judul "Surat Kepada Redaksi".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar