Bencana yang baru-baru ini menimpa Aceh, khususnya daerah Pidi Jaya dan sekitarnya, membuat saya prihatin. Melihat tayangan di televisi, air mata saya bercucuran. Semoga saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang mendapat musibah ikhlas menerima cobaan dan berusaha segera bangkit kembali.
Seperti yang disampaikan Bapak Presiden Joko Widodo, mereka tidak sendirian. Apa yang mereka derita juga dirasakan seluruh bangsa ini. Bahkan banyak simpati dari negara tetangga yang siap membantu meskipun kita sanggup untuk berdikari.
Tidak terbayangkan kalau musibah itu terjadi pada jam pelajaran sekolah. Apa yang akan terjadi?
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para perencana dan mereka yang bertanggung jawab membangun gedung-gedung yang terkena bencana, saya melihat ada kejanggalan. Dalam sorotan televisi, tampak antara adukan kolom dan besi terpisah. Padahal, antara besi beton dan adukannya mestinya homogen. Di samping bangunan harus tahan gempa, tentunya perhitungan konstruksi baik penulangan ataupun campuran beton harus sesuai dengan standar yang sudah dibakukan.
Selanjutnya baik perencana, pelaksana, maupun pengawas bangunan harus betul-betul ahli dan berpengalaman. Untuk antisipasi bencana gempa, bangunan dua lantai ke atas—terutama bangunan sekolah—wajib memiliki tangga darurat. Alangkah baiknya juga jika ada simulasi gempa secara teratur sehingga kewaspadaan terhadap bencana dan cara mengatasinya terus terbangun.
SLAMET KARTOSUMARTO
Jalan Letkol Komirkartaman, Tasikmalaya 46112
Koki Cuti
Kami berencana mengadakan perhelatan perkawinan putri kami, yang berjodohkan orang Italia, di Bali pada Juli 2017.
Agar mendapatkan tempat yang memadai, kami dari beberapa bulan lalu sudah ke Hotel Prama Sanur Beach Bali untuk membahas perhelatan.
Namun sayang, untuk bertemu bagian pemasaran saja kami harus menunggu lebih dari dua jam, untuk memastikan pada Juli 2017 ada tempat untuk perhelatan putri kami.
Kemudian bulan lalu, tepatnya 29 November 2016, kami datang lagi untuk melanjutkan pembicaraan persiapan pernikahan dengan Saudari Yulan sebagai pemasarnya. Karena kami ingin tamu yang hanya 200 orang bisa nyaman, kami minta set menu.
Pada 5 Desember, Saudari Yulan mengirimkan set menu melalui surat elektronik, tetapi hanya 1 set dan hanya menu ikan.
Karena belum beragam, kami minta dikirimi set menu lain, khawatir ada tamu yang alergi ikan. Biasanya pihak hotel menawarkan beberapa set menu.
Pada 15 Desember, karena belum dikirimi set menu yang lain, kami tanyakan lagi. Jawabannya mengagetkan. Kata Saudari Yulan, chef atau koki sedang cuti. Semua menu disiapkan olehexecutive chef jadi belum bisa mengirim set menu lain.
Apakah semua pembicaraan ataupun pelayanan yang berkaitan dengan set menu berhenti dengan cutinya seorangchef? Bukankah waktu 10 hari cukup lama untuk menunggu chef yang cuti? Bagaimana apabila ada pelanggan yang perlu segera mengadakan kegiatan di sana?
Bagaimana hotel bisa maju jika untuk menyiapkan set menu saja harus menunggu chef yang cuti? Apakah karena kami orang Indonesia, bukan "bule", sehingga seenaknya melayani kami?
SATRYO S BRODJONEGORO
Jalan Gunung Agung 10, Bandung 40142
Penjelasan Bosch
Menanggapi surat di Kompas (13/12) "Info Tidak Lengkap" yang disampaikan Ibu Ita Luthfia, kami mewakili PT Robert Bosch (merek Bosch) menyampaikan permohonan maaf.
Dalam memasarkan produk, Bosch bekerja sama dengan perusahaan ritel, salah satunya Best Denki. Menindaklanjuti masalah Ibu Ita Luthfia kami telah menghubungi yang bersangkutan serta berkoordinasi dengan Best Denki dalam memberikan solusi.
Proses penyelesaian berupa penarikan barang telah dilakukan, termasuk pengembalian dana melalui transfer ke rekening Ibu Ita Luthfia, pada 15 Desember 2016. Kami mengapresiasi masukan yang disampaikan dan berterima kasih telah menjadi konsumen Bosch.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi R&R Public Relations melalui Zaki, telepon 021 7263110, 08179206683, atau zaki@rikadanrekan.com
BANDARANAIKE DEWINTA HUTAGAOL
Manager Corporate Communications-Indonesia, PT Robert Bosch
Tidak ada komentar:
Posting Komentar