Pemerintah sedang menyiapkan peraturan untuk berlakunya skema kontrak bagi hasil kotor (gross split). Perubahan penting ini akan menggantikan model yang digunakan selama ini, yaitu kontraktor mendapatkan pengembalian biaya yang dikeluarkan dalam pencarian dan produksi migas (cost recovery). Skema kontrak bagi hasil kotor ini akan diberlakukan pada kontrak baru dan akan berlaku mulai tahun depan.
Skema pengembalian biaya sudah ditinggalkan sejumlah negara karena alasan tidak efisien. Dalam skema ini, biaya eksplorasi dan produksi migas ditanggung negara. Sementara dalam skema kontrak bagi hasil kotor, pemerintah akan mendapatkan bagi hasil dari migas yang diproduksi dan pajak di kegiatan hulu tanpa menanggung biaya investasi dan operasi yang dikeluarkan kontraktor.
Wajar jika pemerintah ingin memberlakukan skema kontrak produksi bagi hasil kotor karena segala risiko ditanggung kontraktor. Dengan demikian, kontraktor harus dapat menghitung secara cermat biaya produksinya. Skema ini dianggap lebih adil untuk negara pemilik sumber daya karena kontraktor dituntut bekerja efisien.
Pertanyaannya, bagaimana membuat skema ini menarik investor masuk ke industri migas di Indonesia.
Besar bagi hasil yang ditawarkan pemerintah ditentukan oleh besarnya cadangan migas sebuah lapangan, lokasi lapangan, kondisi dan kriteria lapangan, tingkat kesulitan, serta jenis lapangan konvensional atau nonkonvensional.
Harga migas dan penggunaan komponen lokal pada kegiatan hulu juga akan menentukan proporsi bagi hasil. Pemerintah menjanjikan, jika harga migas rendah, bagian kontraktor menjadi lebih besar.
Dengan kontraktor menentukan sendiri besar biaya produksi, proses mendapatkan izin dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas ditargetkan akan lebih singkat.
Keberhasilan skema produksi bagi hasil kotor sangat ditentukan besar persentase yang akan didapat kontraktor. Namun, ada faktor lain yang juga menentukan keberhasilan skema ini, yaitu iklim usaha keseluruhan.
Perubahan model pengolahan Blok Masela dari semula di laut kemudian dialihkan ke darat menjadi contoh ketidakpastian berusaha yang tinggi. Pengurusan perizinan, masalah lahan, dan bagi hasil dengan pemerintah daerah juga perlu diantisipasi dalam mendorong investasi migas.
Karena itu, sangat penting bahwa pemerintah memberi jaminan kepastian usaha dan menghindari kesan berganti pemerintahan berganti pula kebijakan.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "Skema Baru Industri Migas".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar