Cari Blog Ini

Bidvertiser

Rabu, 21 Desember 2016

TAJUK RENCANA: ASEAN Perlu Dampingi Myanmar (Kompas)

Retret para menteri luar negeri ASEAN di Yangon, Myanmar, memberikan hasil positif dalam usaha untuk mencari penyelesaian masalah di Rakhine.

Pemerintah Myanmar menerima usulan Indonesia dan juga ASEAN antara lain tentang perlunya dibuka akses bantuan, terus dijalinnya komunikasi dan pembaruan informasi mengenai kekerasan yang terjadi di Negara Bagian Rakhine dan soal minoritas Rohingnya. Langkah Myanmar itu merupakan awal yang baik. Awal yang baik untuk membantu Myanmar menyelesaikan masalah tersebut, keluar dari sorotan internasional.

Selama ini boleh dikatakan Myanmar dibelit berbagai persoalan, mulai dari masalah politik hingga kemanusiaan, hak asasi manusia. Kita mengikuti perkembangan Myanmar dari waktu ke waktu. Masih tergambar jelas bagaimana negeri itu selama hampir lima dekade berada di bawah kekuasaan militer. Sepanjang masa itu, Myanmar banyak disorot dunia karena masalah pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan juga tertutupnya keran demokrasi.

Munculnya Aung San Suu Kyi, yang akhirnya memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1991, juga merupakan "buah" dari tekanan rezim militer. Dia berjuang mempromosikan demokrasi di negaranya dengan tidak menggunakan kekerasan. Langkah itu dilakukan sebagai bentuk perlawanan kepada rezim militer yang berkuasa. Karena perjuangannya, perlawanannya pada rezim militer, Suu Kyi ditangkap, dipenjara selama 21 tahun, yang 15 tahun di antaranya dijalaninya sebagai tahanan rumah. Ia dibebaskan pada 13 November 2010.

Semua itu kini menjadi sebuah cerita; bagian dari sejarah Myanmar. Sebuah cerita, bagian dari sejarah yang semestinya akan menjadi kekuatan untuk membangun Myanmar yang baru, yang lebih demokratis. Hasil pemilihan umum yang digelar 8 November 2015—dimenangi Liga Nasional untuk Demokrasi; yang merupakan pemilu keempat sejak 1988, yakni 1990, 2010, dan 2012, tetapi paling demokratis—akan menjadi modal yang sangat bernilai untuk membangun rumah demokrasi di Myanmar.

Namun, persoalan belum selesai meski telah digelar pemilu demokratis. Myanmar tersandung masalah tindak kekerasan di Negara Bagian Rakhine dan kekerasan terhadap kaum minoritas Rohingnya. Sayangnya, ada negara anggota ASEAN yang memanfaatkan masalah tersebut untuk kepentingan politik nasional.

Akan tetapi, kini semua sudah selesai, meskipun penyelesaian masalah Rakhine dan Rohingnya belum tuntas. Karena itu, sudah selayaknya ASEAN turun tangan, untuk membantu menyelesaikan persoalan di salah satu anggotanya, tidak dimaksud untuk campur tangan, tetapi sebagai bentuk solidaritas sesama anggota ASEAN. Oleh karena, jika kedua persoalan itu tidak segera bisa diselesaikan, tentu akan sangat mengganggu ASEAN.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 21 Desember 2016, di halaman 6 dengan judul "ASEAN Perlu Dampingi Myanmar".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger