Cari Blog Ini

Bidvertiser

Selasa, 30 Mei 2017

TAJUK RENCANA: Mengantisipasi Rembesan Maute (Kompas)

Sekitar 2.000 orang terjebak di tengah perang kota di Marawi, Filipina. Kita perlu menyusun langkah antisipatif untuk menangkal rembesan krisis ini.

Sekadar menyebut latar belakang, Marawi adalah kota berpenduduk mayoritas Muslim di Provinsi Lanao del Sur di Pulau Mindanao. Di pulau ini ada kelompok Maute yang mengumumkan sumpah setia kepada Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Selain itu, ada kelompok Muslim lebih besar yang menginginkan otonomi lebih luas dari Manila.

Sementara kelompok yang besar terlibat perundingan dengan pemerintah, kelompok seperti Maute yang beraliran lebih keras terus aktif di lapangan dan justru makin mengganas. Kelompok lebih kecil tersebut memiliki hubungan dengan kelompok di Indonesia karena mengusung ideologi yang sama, bahkan sebelum NIIS diproklamasikan Abu Bakar al-Baghdadi, Juni 2014.

Menurut catatan CNN, sejak berdiri, NIIS telah melakukan atau menginspirasi puluhan serangan di lebih dari 20 negara di luar Irak dan Suriah. Dalam kurun satu-dua tahun terakhir kita mencatat ada serangan besar di Paris, Brussels, London, dan juga di Jakarta, termasuk yang terakhir terjadi di Terminal Kampung Melayu.

Indonesia yang mengalami serangan teror sejak 2001 dihadapkan pada ancaman baru. Semula dikemukakan teori bahwa ISIS berhasil dihantam di Irak dan Suriah sehingga pendukungnya kocar-kacir di kedua negara itu. Namun, karena ide telanjur mengendap di kepala pendukungnya, mereka melanjutkan aksi di sejumlah negara.

Selain di Eropa, Asia Tenggara dalam hal ini Filipina dipandang sebagai medan yang siap untuk digarap. Presiden Rodrigo Duterte bertekad mengerahkan kekuatan militer untuk menumpas militan Maute yang bertindak kejam dengan mengeksekusi warga sipil.

Ada kekhawatiran, jika Pemerintah Filipina terus mendesak kelompok Maute, ada kemungkinan anggotanya keluar dari Mindanao. Wajar jika sejumlah kota di wilayah utara Indonesia mulai risau. Oleh karena itu, kita mendesak aparat keamanan Indonesia meningkatkan pengamanan di wilayah yang dikhawatirkan bisa menjadi pintu masuk. Pengawasan terhadap pergerakan orang pun perlu dilakukan dengan lebih saksama.

Kita menyadari, menghadapi terorisme membutuhkan strategi berlapis, mulai dari penghadangan, memperkuat perundang-undangan yang memungkinkan aparat keamanan bertindak lebih sigap, dan yang tidak kalah penting memperkuat hulunya. Kini kita sedang berupaya menggalakkan berbagai program deradikalisasi.

Program yang tak kalah penting adalah meningkatkan taraf hidup rakyat. Kemiskinan dan ketidaktahuan membuat hidup dipandang kurang berharga. Kita berharap badan intelijen bekerja lebih maksimal sehingga bahaya yang ada dapat dideteksi lebih dini. Saat kita dan dunia dikepung ancaman terorisme, tak ada cara lain yang lebih efektif kecuali mengerahkan segenap daya.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 30 Mei 2017, di halaman 6 dengan judul "Mengantisipasi Rembesan Maute".

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger