Pada Rabu, 27 Desember 2017, ibu saya yang sudah berusia lanjut hendak berangkat ke Singapura untuk bertemu cucunya dengan penerbangan 3K-208 Jetstar. Berangkat dari Terminal 2D Bandara Soekarno-Hatta. Tiket dibeli secara daring di situs Traveloka.
Di gerai lapor masuk (check in counter) ibu saya ditolak terbang oleh petugas PT JAS, selaku perwakilan maskapai Jetstar, dengan dalih hanya ada tiket sekali jalan, bukan tiket pergi-pulang. Petugas itu menawarkan tiket pulang dengan harga tak wajar dan sejumlah uang sebagai jaminan. Sontak ibu saya bingung dan kelimpungan karena ia sudah lebih dari tujuh kali terbang ke tujuan sama dengan tiket pergi saja tanpa kendala apa pun. Ibu saya tidak diperkenankan terbang. Tiketnya hangus.
Saya mendatangi Bagian Pelayanan Konsumen PT JAS minta penjelasan. Petugas PT JAS menyalahkan ibu saya karena tak langsung menerima tawaran beli tiket pulang saat itu. Saya mengajukan komplain melalui telepon dan surel kepada Traveloka sebagai penjual tiket. Traveloka hanya bisa menghubungkan saya secara tidak langsung dengan situs Jetstar yang berkantor di Australia tanpa solusi jelas. Terkesan ia melempar tanggung jawab.
Jika saat pemesanan daring tiket ada klausul harus ada tiket pergi-pulang, maka kejadian tak mengenakkan dan merugikan itu tak menimpa ibu saya. Saya harap Traveloka sebagai penjual tiket daring dan PT JAS selaku penyedia jasa memberikan solusi atas kejadian tersebut.
Agus Setyono, Jl Pisangan Lama II No 21, Jakarta Timur
Tahap Tambahan Beasiswa LPDP
Pada 2017 seleksi beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) studi lanjut pada program magister atau program doktor dalam dan luar negeri menambahkan satu tahap seleksi dalam bentuk asesmen secara daring. Asesmen ini diikuti pelamar yang telah lulus tahap seleksi administrasi.
Asesmen daring terdiri dari value and motive inventory (VMI), asesmen yang memberi profil mengenai nilai motivasi yang menentukan seberapa besar energi atau upaya yang akan dikeluarkan seseorang di tempat kerja; serta fifteen factor questionnaire plus (15FQ+), kuesioner yang dirancang untuk melihat gambaran umum kepribadian seseorang.
VMI memiliki lima pilihan jawaban dalam skala Likert (sangat tak setuju, tak setuju, ragu-ragu, setuju, dan sangat setuju), sementara 15FQ+ memiliki tiga pilihan jawaban (ya, "?", dan tidak). Berdasarkan informasi yang saya peroleh, peserta yang berhak mengikuti seleksi substansi (wawancara, leaderless group discussion,dan penulisan esai seketika) adalah peserta yang berskor minimal 575 dalam asesmen daring.
Dua pertanyaan saya ajukan.
(1) Mengapa LPDP menggunakan skor total untuk tes yang terkait dengan nilai, motivasi, dan kepribadian? VMI dan 15FQ+ bukan tes prestasi akademik ataupun tes potensi akademik sehingga tidak ada jawaban benar atau salah.
(2) Bagaimana panitia seleksi LPDP mendapatkan skor total dari dua instrumen tes yang menggunakan skala berbeda?
Sepengetahuan saya, skor total dari hasil-hasil tes kepribadian kurang tepat digunakan sebagai batas lolos untuk menentukan kelulusan. Yang lebih tepat adalah menggunakan profil yang diperoleh untuk mencocokkan antara karakter yang dikehendaki oleh pihak LPDP dan karakter pelamar beasiswa, termasuk kesesuaian dengan program studi dan rencana karier pelamar, misalnya.
Panitia seleksi beasiswa LPDP tampaknya perlu meninjau kembali pelaksanaan asesmen daring, termasuk membahasnya dengan ahli psikologi dan psikometri. Jangan sampai penggunaan tes yang keliru meningkatkan peluang meluluskan peserta yang sebetulnya tidak berhak lulus (false positive) ataupun sebaliknya, menggagalkan peserta yang sebetulnya berhak lulus (false negative).
Alangkah sayang jika biaya seleksi dikeluarkan untuk penggunaan yang keliru.
Elin Driana, Graha Cinere, Limo, Depok, Jawa Barat
Kompas, 5 Februari 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar