AFP/RAMI AL SAYED

Asap tebal membubung, Jumat (20/4/2018) di distrik selatan ibu kota Suriah, Damaskus, selama serangan tentara Pemerintah Suriah terhadap posisi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Serangan udara rezim Suriah dan gempuran artileri menghujani wilayah yang masih berada di bawah kontrol NIIS.

Jumlah korban serangan bom bunuh diri di Sweida, Suriah, pada Rabu (26/7/2018), yang diklaim Negara Islam di Irak dan Suriah, bertambah menjadi 220 orang.

Jumlah korban diperkirakan akan terus bertambah. Salah satu serangan paling mematikan, yang menyasar kota di tenggara Suriah ini, terjadi hanya sepekan setelah Rusia dan pasukan pemerintah menyisir anggota Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di daerah itu.

Loyalis NIIS diduga menyandera belasan warga dan membawa ke tempat persembunyian mereka. Serangan di waktu subuh itu tak hanya menyasar tempat umum, tetapi masuk dari rumah ke rumah. Banyak korban jatuh, diduga karena mereka masuk ke rumah dan membantai diam-diam para penghuninya.

Lembaga pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR) mengecam serangan itu karena menyasar warga sipil dan infrastruktur yang seharusnya dilindungi. Apalagi, kelompok militan merusak desa di bagian utara dan timur kota, dan menembak penghuni di rumah masing-masing. Sedikitnya 38 loyalis NIIS ikut terbunuh dalam serangkaian aksi bom bunuh diri di kota yang jadi basis kelompok pendukung pemerintah itu. Sweida juga satu-satunya provinsi di selatan yang terus dikontrol Presiden Bashar al-Assad sejak terjadi revolusi Suriah tahun 2011.

Kantor berita Suriah, SANA, menyebutkan serangan ke Sweida merupakan upaya untuk mengurangi tekanan pada sisa-sisa NIIS yang terus digempur oleh pasukan Rusia dan tentara pemerintah di perdesaan Daraa barat. Bulan lalu, pasukan pemerintah menyerang dan merebut Provinsi Daraa, hingga NIIS membalas dengan bom bunuh diri.

Tahun 2017, Provinsi Idlib, Gouta Timur, Homs, dan daerah di selatan Suriah, termasuk Daraa, dicanangkan sebagai daerah deeskalasi. Selain untuk menghentikan pertempuran di empat wilayah itu, kesepakatan deeskalasi itu untuk menawarkan keamanan bagi warga di wilayah tersebut.

Saat itu, kelompok oposisi bersepakat untuk menyerahkan desa-desa di Provinsi Daraa kepada pemerintah. Ratusan anggota oposisi dan keluarganya oleh pemerintah diizinkan pergi dari daerah itu menuju Provinsi Idlib. Masih terdapat kantong NIIS di Yarmouk di area sempit perbatasan Suriah, Israel, dan Jordania yang belum dikontrol Rusia serta rezim Al-Assad. Milisi NIIS di Suriah selatan dikenal dengan sebutan Jais Khaled bin Walid.

Mereka diperkirakan datang dari arah gurun timur Suriah yang masih dikendalikan NIIS. Kelompok militan yang pernah menguasai hampir setengah dari daratan Suriah tahun 2015 itu tetap menjadi ancaman potensial, sebab terus melakukan perlawanan dari tempat persembunyian.