Cari Blog Ini

Bidvertiser

Kamis, 07 Februari 2019

Sepeda Motor Masuk Tol//Tanggapan Berita//Pembetulan Tulisan (Surat Pembaca Kompas)


Sepeda Motor Masuk Tol

Ketua DPR Bambang Soesatyo mewacanakan sepeda motor boleh masuk jalan tol. Lho? Bukankah sudah ada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan? Kalau mau diubah, ya, silakan saja DPR mengajukan usul.

Meski demikian, wacana itu sebaiknya perlu dipertimbangkan, mengingat batas kecepatan kendaraan di tol sangat tinggi, umumnya di atas 80 kilometer per jam. Tol juga berjarak panjang atau untuk jarak jauh, dilalui kendaraan roda empat dengan berbagai ukuran, dari yang kecil sampai truk dan bus ukuran raksasa.

Oleh sebab itu, jika pengendara sepeda motor boleh masuk tol, konsekuensinya, mereka akan berbaur dengan kendaraan roda empat lain. Ini sangat berbahaya bagi pengendara sepeda motor dan pengguna tol lainnya.

Jangan lupa, sepeda motor itu ada bermacam jenis, dari mulai ukuran kecil bermesin 50 cc sampai dengan motor gede (moge) yang bermesin lebih dari 1.500 cc. Tentu kecepatannya pun berbeda-beda walaupun ada batas kecepatan minimum di jalan tol, yakni 60 km per jam.

Oleh karena itu, akan sangat riskan jika pengguna sepeda motor dipaksakan mengikuti aturan kecepatan minimum di jalan tol, khususnya bagi pengendara yang menaiki sepeda motor dengan mesin di bawah 150 cc.

Kalaupun ada pemisahan dengan jalur khusus untuk sepeda motor, masih ada risiko kecelakaan antarpengguna sepeda motor dan risiko bertambah mahalnya nilai investasi jalan tol yang masih dibutuhkan di berbagai wilayah di seluruh Tanah Air.

Jadi, sebaiknya kita memikirkan bagaimana mengutamakan keselamatan bersama pengguna jalan tol, serta lebih saksama mengatasnamakan "kepentingan umum".

A RISTANTO
Jatimakmur, Pondokgede,
Kota Bekasi


Tanggapan Berita

Melalui surat ini, kami bermaksud menanggapi berita di harian Kompas Selasa (22/1/2019) berjudul "PSN untuk Cegah DBD".

Pada berita tersebut, dalam subjudul "PSN Jadi Kunci", disebutkan bahwa vaksin dengue telah ditarik produsen dari peredaran pada 2016.

Kami, selaku pemegang izin edar vaksin dengue, Dengvaxia®, menginformasikan bahwa vaksin Dengvaxia yang diproduksi oleh Sanofi masih dipasarkan di Indonesia. Vaksin Dengvaxia telah mendapatkan izin edar dari BPOM per tanggal 31 Agustus 2018.

Demikian surat tanggapan ini kami buat. Besar harapan kami hal ini dapat ditindaklanjuti dengan mengoreksi pemberitaan yang beredar.

Sharon Loreta Olich
Country Communications & CSR Head, Country Chair
Sanofi Indonesia,
Jl Ahmad Yani 2, Pulomas, Kayu Putih, Pulogadung,
Jakarta 13210

Catatan Redaksi:

Berita bersumber dari Direktur Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan, tanpa menyebutkan merek vaksin. Terima kasih atas penjelasan Saudara.

Pembetulan Tulisan

Sehubungan dengan tulisan saya yang dimuat pada kolom opini harian Kompas (6/2)
dengan judul "Utang Indonesia Aman", bersama ini saya sampaikan ralat sebagai berikut.

Awal paragraf kedua tertulis: Seusai membaca naskah proklamasi, Presiden Soekarno pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki karena ketiadaan mobil dinas kepresidenan.

Seharusnya adalah: Seusai dilantik menjadi Presiden RI pertama pada tanggal 18 Agustus 1945, Presiden Soekarno pulang ke rumahnya dengan berjalan kaki karena ketiadaan mobil dinas kepresidenan.

Demikian ralat tulisan tersebut agar dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Nufransa Wira Sakti
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi

Kementerian Keuangan RI

Kompas, 7 Februari 2019

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger