Akibatnya, kita saksikan dalam berbagai wujud: lingkungan kurang sehat, sungai, laut, dan danau kotor tercemar sampah, dan pemandangan kota pun jadi kumuh. Pemerintah dan organisasi swadaya masyarakat sudah banyak berinisiatif untuk menanggulanginya. Hari Peduli Sampah Nasional yang jatuh pada 21 Februari sudah diluncurkan sejak tahun 2005, tepat sehari setelah kejadian tragis longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat.
Bahwa persoalan masih ada, itu bisa jadi bahan introspeksi untuk menguatkan komitmen kita bahwa urusan sampah masih perlu mendapat perhatian lebih serius. Dari pihak pemerintah, kita tidak menyangsikan kesungguhan. Seperti kita baca beritanya di harian ini Jumat (22/2/2019), pemerintah mulai tahun ini mengalokasikan secara khusus dana bagi pemerintah daerah untuk pengelolaan sampah. Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Kerja Nasional Indonesia Bersih di Jakarta.
Membaca hasil Rakernas cukup membesarkan hati karena ada sinergi dan kolaborasi antarkementerian dan lembaga. Untuk mengatasi pengelolaan TPA yang menggunung, misalnya, Kementerian Perindustrian memaparkan ekonomi sirkuler dan memberi contoh penggunaan sampah sebagai bahan baku, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melihat lokasi yang dapat dijadikan TPA, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyediakan peta TPA mana yang sudah tinggi timbunannya.
Pada sisi lain, sampah plastik yang selama ini dianggap amat serius karena sifatnya yang tidak dapat dicerna secara organik diamati sudah berkurang. Seperti dicatat KLHK, dibandingkan tahun 2017, komposisi sampah plastik turun 1 persen menjadi 15 persen dari keseluruhan sampah. Meski hanya 1 persen, tetapi jika dilihat absolut berat sampah yang mencapai 65,79 juta ton pada 2018, persentase di atas tergolong lumayan.
Kita juga ingin memberikan apresiasi kepada bank sampah—kini jumlahnya 7.488—yang telah memberikan kontribusi berarti dalam pengurangan sampah. Bank-bank sampah ini mengumpulkan plastik yang bernilai jual dan bisa didaur ulang dari rumah tangga. Dengan itu, mereka mencegah plastik terlepas ke lingkungan ataupun TPA.
Namun, kita ikut prihatin karena dari total timbulan sampah, hanya 63 persen yang masuk TPA, dan hanya 10 persen yang didaur ulang. Sisanya disebut terbuang ke alam, termasuk ke laut. Menurut catatan Kementerian Koordinator Kemaritiman, penambahan sampah 38 ton per tahun, di antaranya 1,29 juta ton sampah plastik.
Untuk urusan sampah plastik ini pula Ibu Negara Iriana Joko Widodo ikut mengampanyekan perlawanan terhadap sampah plastik di Kota Ambon, Rabu (21/2). Sambil mengapresiasi inisiatif Ibu Negara, kita ingin menegaskan, selain menuntut kebijakan dan program pemerintah, masalah sampah plastik juga menuntut keterlibatan semua warga.
Kompas, 23 Februari 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar