Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi membahas isu terorisme di sidang para ketua MA negara Afrika di Kairo, sehari setelah bom bunuh diri melanda ibu kota negaranya.
Presiden Sisi, seperti disampaikan Juru Bicara Kepresidenan Mesir Bassam Rady, melalui pernyataan tertulis dalam laman Ahram Online, Selasa (19/2/2019), menggarisbawahi bahwa terorisme adalah salah satu tantangan paling serius yang dihadapi dunia saat ini. Kata "dunia" yang dia ucapkan, tentu, mencakup—salah satunya—Mesir, negara yang dipimpinnya sejak penggulingan Presiden Muhammad Mursi tahun 2013.
Tiga hari beruntun sejak Sabtu, serangan teroris menghantam Mesir. Serangan bom bunuh diri, Senin, bahkan mengguncang area dekat kompleks Masjid dan Universitas Al-Azhar, lembaga keagamaan yang memainkan peran penting menangkal ideologi ekstrem melalui pandangan keagamaan yang moderat. Tiga polisi tewas dalam insiden itu.
Sejauh ini tidak ada indikasi bahwa serangan teror tersebut menyasar lembaga Al-Azhar. Kementerian Dalam Negeri Mesir menyebutkan, pelaku bom bunuh diri—seorang pria berusia 37 tahun—meledakkan diri di area belakang Masjid Al-Azhar saat diburu polisi setelah peledakan bom di sebuah masjid di Giza, tak jauh dari Kairo, Jumat pekan lalu.
Dalam visi dan misi menangkal terorisme di Mesir dan dunia internasional, Al-Azhar memegang peran penting. Lembaga terpandang itu tercatat melakukan sejumlah inisiatif dalam penyebaran paham keagamaan moderat dan toleran sebagai upaya menetralisasi paham ekstrem yang kerap dijadikan basis teologis bagi pelaku terorisme.
Meski tidak ada indikasi menarget Al-Azhar, bagaimanapun ledakan bom bunuh diri pada Senin lalu menjadi berita buruk bagi Mesir. Apalagi, peristiwa itu terjadi di area dekat Al-Azhar, tempat konsentrasi mahasiswa dari sejumlah negara datang, termasuk Indonesia. Lokasi ledakan juga masuk area turis. Kita lega, seperti dilaporkan wartawan harian ini di Kairo, Rabu (20/2/2019), tak ada mahasiswa Indonesia yang belajar di Al-Azhar menjadi korban dalam ledakan itu.
Belum diketahui afiliasi pelaku ledakan. Sejauh ini tak ada kelompok yang mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Kairo, yang memang jarang terjadi. Hal ini mengingatkan, sel-sel teroris di negara itu harus terus diwaspadai.
Bagi Mesir, insiden tersebut menggambarkan betapa panjang perang yang dijalani negara itu melawan terorisme. Sejak tergulingnya Presiden Mursi dalam kudeta militer tahun 2013, Mesir terus dihadapkan pada serangan teroris. Bahkan, setelah operasi besar-besaran membasmi terorisme dicanangkan sejak Februari 2018, terutama di Sinai utara, serangan teroris tak kunjung lenyap dari negara tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar