Lima partai lainnya berpeluang lolos dengan mempertimbangkan sampling error +/- 2,2 persen. Sedangkan tujuh partai lainnya diprediksi sulit lolos meski mempertimbangkan sampling error dari survei ini (Kompas, 21 Maret 2019).

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menetapkan ambang batas parlemen 4 persen. Artinya, parpol yang mendapatkan suara sah secara nasional kurang dari 4 persen tidak bisa menempatkan calon anggota legislatifnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Parpol itu hanya bisa menempatkan calegnya di DPRD provinsi ataupun DPRD kabupaten/kota.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Petugas kebersihan mengangkut sampah dengan latar belakang spanduk sosialisasi partai peserta Pemilu Serentak 2019 yang terpasang di pagar kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Jakarta, Rabu (20/3/2019). Pada Pemilu Serentak 2019 nanti pemilih akan diberikan 5 warna kertas suara untuk memilih Presiden-Wakil Presiden, DPR RI, DPR Provinsi, DPR Kabupaten/Kota serta DPD RI.

Pengurus, kader, dan tim sukses dari 16 partai politik yang akan berkontestasi tentu mencermati hasil survei ini dan perlu segera mengambil langkah tepat di waktu tersisa sebelum pencoblosan suara 17 April 2019. Strategi yang tidak tepat dalam berkampanye bisa membuat hilangnya kursi DPR. Meski demikian, bukan berarti parpol harus menggunakan segala cara demi merebut suara, yang pada akhirnya justru meluluhlantakkan citra partai dan proses berdemokrasi.

Pemberlakuan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) merupakan salah satu metode alamiah dalam kepemiluan yang dapat menyederhanakan parpol. Tujuannya untuk mengefektifkan representasi suara rakyat di parlemen sekaligus juga mengefektifkan pemerintahan.

Sistem multipartai selama ini dirasakan kurang tepat dengan sistem pemerintahan presidensial yang kita anut. Dalam sistem multipartai, keterwakilan menjadi terfragmentasi dan pemerintah sulit efektif karena tidak akan mudah mendapat dukungan suara dominan di parlemen. Koalisi parpol yang dibangun pemerintah pun tidak bisa mengikat, tetapi lentur berdasarkan isu dan kepentingan tertentu sehingga yang sering terjadi adalah kompromi pragmatis.

Fenomena ini yang mendorong ambang batas parlemen terus ditingkatkan dari pemilu ke pemilu. Pada Pemilu 2009, ambang batasnya 2,5 persen, Pemilu 2014 naik menjadi 3,5 persen, dan Pemilu 2019 menjadi 4 persen.

Pemilih dalam Pemilu 2019 pun perlu dapat pemahaman cukup mengenai tujuan dari pemberlakuan ambang batas parlemen. Dengan begitu, pelaksanaan pemilu bisa menjadi semakin berkualitas, bukan saja untuk menentukan presiden; wakil presiden; serta anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, melainkan juga mempunyai tujuan untuk memperbaiki sistem kepartaian dan sistem pemerintahan menjadi lebih baik.