Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat tak menemukan sukacita yang begitu besar seperti halnya menikmati moda raya terpadu (MRT). Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta mengundang kekaguman, tetapi tidak sehebat MRT.
MRT sungguh "Wow!" Kereta meluncur di bawah tanah dari Bundaran HI menuju Stasiun Lebak Bulus. Sistem transportasi baru ini bergerak melewati 13 stasiun, menempuh jarak 16 kilometer dalam tempo 30 menit. Penumpang merasakan sensasi baru saat kereta meluncur di kegelapan bawah tanah dari Bundaran HI hingga Senayan, lalu berjalan di atas jalan layang hingga Lebak Bulus.
Kita sambut gembira beroperasinya fase 1 tahap 1 MRT yang didukung dengan delapan set kereta ini. Lebih menggembirakan lagi, saat peresmian, Presiden Joko Widodo mencanangkan pembangunan fase 2 dengan rute Bundaran HI-Kota, yang ditargetkan rampung dan beroperasi pada 2024. Selain itu juga diumumkan pembangunan MRT tahap 2, yakni untuk koridor timur-barat (Bekasi-Tangerang).
Warga begitu sukacita dan bangga memperlihatkan foto dan mengisahkan pengalaman naik MRT di media sosial. Setelah itu tibalah ujian kedisiplinan dalam menggunakannya.
Di sinilah kita garis bawahi amanat Presiden yang menyebut datangnya era MRT adalah datangnya era peradaban baru. Dari penggunaan kereta dewasa ini, peradaban baru yang dimaksud Presiden sudah banyak dipelajari warga, yakni budaya antre, memberikan jalan kepada penumpang yang keluar dari kereta, dan tidak membuang sampah sembarangan. Selama ini kita sering dicitrakan sebagai bangsa yang mudah membangun, tetapi kurang bisa merawat. Di MRT inilah kita akan dilihat seberapa jauh mampu berdisiplin untuk hal-hal di atas.
Dari kesan yang diperoleh saat ikut uji coba, memang untuk MRT masih bisa diberikan catatan tambahan, mulai dari tidak, atau belum, adanya peta stasiun-stasiun yang dilalui, kecuali yang terpampang di layar elektronik di atas pintu dengan ukuran kecil. Di London Underground atau Paris Metro, nama-nama stasiun yang dilalui dicetak di atas jendela penumpang dengan kereta koneksi ke stasiun lain.
Pakar transportasi melihat MRT sebagai sistem transportasi alternatif untuk mobilitas warga. Kalau untuk mengurangi kemacetan, seperti disampaikan Direktur Institute for Transportation and Development Policy Yoga Adiwinarto, ditekankan pentingnya pembatasan penggunaan kendaraan pribadi dan pembangunan berbagai moda angkutan terintegrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar