ARSIP PRIBADI

Prita H. Ghozie

 

Budaya berinvestasi di Indonesia memang masih jauh ketinggalan dibandingkan dengan budaya menabung. Hal ini dapat terlihat dari jumlah investor di pasar modal yang masih kurang dari 2 juta single investor identification.

Namun, berita positifnya adalah, menurut Kustodian Sentral Efek Indonesia, jumlah ini meningkat lebih dari 40 persen dibandingkan jumlah single investor identification (SID) pada tahun 2017. Takut mengalami kerugian adalah alasan utama masyarakat yang masih enggan jadi investor pasar modal.

Padahal, pilihan berinvestasi yang sudah beragam dapat memenuhi kebutuhan hampir semua profil investor. Di tulisan ini, saya akan fokus mengajak Anda untuk memahami investasi secara sederhana dalam bentuk saham.

Investasi saham adalah praktik yang sebaiknya dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat demi menjaga kesejahteraan finansial di masa depan. Bahaya inflasi secara negatif adalah mengurangi kekuatan pembelian masyarakat di masa depan. Hal ini secara konsisten dapat dilawan, salah satunya dengan investasi dalam bentuk saham.

Calon investor memiliki kesempatan untuk berinvestasi secara langsung dalam bentuk saham perusahaan terbuka dan berinvestasi secara tidak langsung dalam bentuk reksa dana berbasis saham.

Saya sangat beruntung telah mengenal ragam jenis investasi reksa dana sejak awal terbit tahun 1996. Bagi generasi muda khususnya, reksa dana patut menjadi pertimbangan dalam pilihan berinvestasi.

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.

Pada praktiknya, uang yang terhimpun bisa dibelikan berbagai jenis aset, seperti saham, deposito, pasar uang, dan obligasi. Dengan begitu, membeli produk reksa dana itu seperti membuat satu portofolio investasi tersendiri.

Berdasarkan alokasi uang yang dikelola, sebuah reksa dana dapat berjenis reksa dana pasar uang, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana campuran, dan reksa dana saham.

Jadi, apabila produk reksa dana yang dibeli mengelola dana dengan alokasi 10 persen di aset kas dan 90 persen di saham, reksa dana tersebut berjenis reksa dana saham. Setiap jenis reksa dana memiliki potensi keuntungan dan risiko yang berlainan.

Pertimbangan
Ada beberapa hal yang sebaiknya menjadi pertimbangan jika seorang calon investor ingin mulai berinvestasi berbasis saham. Pertama, tujuan dalam berinvestasi. Setiap calon investor sebaiknya mengetahui kapan dan untuk apa dana diinvestasikan.

Panduan umum, untuk investasi hingga 10 tahun ke depan, investor pemula dapat memilih reksa dana saham. Adapun untuk investasi di atas 10 tahun, keuntungan berpotensi lebih maksimal jika membeli saham.

Kedua, profil risiko calon investor. Saya ingin mengingatkan kembali bahwa jika calon investor tergolong tipe penabung tulen yang khawatir melihat perkembangan harga saham yang berfluktuasi, ada baiknya memilih berinvestasi di reksa dana saham terlebih dahulu atau bahkan reksa dana campuran agresif.

Pada umumnya profil risiko dapat berubah seiring dengan perkembangan waktu, tahapan kehidupan, serta pengalaman berinvestasi di pasar modal. Setelah 1-2 tahun berinvestasi di reksa dana, investor dapat mencoba untuk berinvestasi secara langsung di saham.

Ketiga, cara mendapatkan keuntungan. Baik saham maupun reksa dana saham adalah jenis aset investasi yang secara umum baru memberikan keuntungan saat dijual kembali. Pengecualian berlaku bagi investor saham yang mendapatkan pembagian dividen dari emiten setidaknya satu kali dalam setahun.

Namun, dividen juga tidak dijanjikan sehingga bisa saja dalam setahun tidak ada penghasilan dividen yang diterima oleh investor. Berdasarkan statistik, peluang keuntungan berinvestasi di saham dapat lebih maksimal dibandingkan peluang keuntungan berinvestasi di reksa dana saham.

Keempat, alokasi bulanan dari penghasilan. Secara umum, calon investor dapat berinvestasi secara berkala, yaitu dengan menyisihkan gaji bulanan sebanyak sekian persen, idealnya di atas 10 persen per bulan.

Risiko investasi akan lebih terkendali apabila calon investor memilih cara berinvestasi secara berkala, misalnya setiap bulan, dibandingkan dengan investasi secara sekaligus. Apabila tren harga saham menurun, potensi kerugian reksa dana saham bisa minimal untuk strategi investasi berkala.

Bagi investor reksa dana saham, anggaran bulanan lebih mudah ditetapkan karena dapat dialokasikan secara tetap jumlah pembelian reksa dana setiap bulan.

Investor, misalnya, memiliki instruksi otodebit Rp 2 juta per bulan dari rekening gaji untuk membeli reksa dana saham. Adapun pembelian saham harus dilakukan secara manual setiap bulan. Karena berpatokan pada 1 lot = 100 lembar saham, modal untuk membeli saham dapat bervariasi setiap bulan.

Kelima, pengelola investasi. Apabila investor masih mengalami kebingungan dalam memilih emiten di pasar modal, ada baiknya membeli reksa dana saham yang sudah dikelola oleh manajer investasi berpengalaman.