Memanfaatkan momentum peringatan hari raya Nyepi 1941, Sabtu, 6 April 2019, di Denpasar, Bali, Wapres Kalla menyampaikan pesan betapa penting dan strategisnya persatuan bangsa. Terdiri dari sekitar 17.000 pulau, beragam suku dan budaya, berbagai agama, dipersatukan oleh semangat untuk menjadi Indonesia di bawah naungan ideologi negara Pancasila. Sejak dulu Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan Indonesia adalah keniscayaan.
Dalam realitas sosiologis Indonesia yang majemuk, yang dibutuhkan adalah jembatan-jembatan agar kita bisa saling berkomunikasi dan berdialog. Elite politik harus konsisten membangun jembatan, bukan malah membuat tembok-tembok (seperti julukan "cebong" dan "kampret") yang kian mengerdilkan kita semua.
Pesan Wapres itu sangat kontekstual bersamaan dengan polarisasi masyarakat yang menajam menjelang putaran terakhir kampanye pemilu serentak 17 April 2019. Realitas dunia digital menunjukkan masyarakat dalam posisi terbelah. Pembelahan kian tajam itu diperparah dengan logika digital yang menciptakan kepompong-kepompong informasi. Pada situasi ini, data telah mati atau dimatikan. Akal sehat telah tidur atau ditidurkan. Kebenaran ditentukan oleh keyakinan.
Meski perkembangan situasi kebangsaan terasa memprihatinkan dengan pernyataan provokatif elite, dan bertebarnya hoaks di media sosial, kita tetap bersyukur, menjelang putaran terakhir situasi kampanye tetap terjaga. Elite politik masih tetap bisa menjaga kehormatannya sebagai elite meski beberapa ucapan elite politik terasa off side.
Kita mendorong agar situasi politik tetap bisa dijaga sampai akhir masa kampanye 13 April, hari tenang 14-16 April, dan hari pencoblosan 17 April 2019, bahkan sampai penetapan hasil Pemilu 2019. Nasib bangsa Indonesia akan ditentukan oleh 192 juta pemilih yang akan menentukan pilihannya.
Berbagai survei yang sudah dirilis hanyalah bersifat prediktif, tetapi yang menentukan adalah sensus pemilih pada 17 April 2019. Padatnya massa kampanye pasangan calon presiden memang bisa sebagai penambah energi, tetapi penentunya tetaplah 192 juta pemilih.
Kita berharap semua pihak tetap dewasa dan setia pada demokrasi dan Pancasila. Demokrasi harus diyakini sebagai satu-satunya aturan main untuk menggapai kekuasaan. Pikiran-pikiran antidemokrasi haruslah dijauhkan karena itu akan bertentangan dengan kehendak rakyat.
Pemilu adalah instrumen bagi rakyat untuk memilih sendiri pemimpin dan wakil-wakil rakyat. Pemimpin yang diyakini rakyat bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, pemimpin yang bisa menginspirasi warga dan memberikan harapan kepada warganya, serta pemimpin yang bisa mengayomi 260 juta warga negara Indonesia yang majemuk dalam bingkai NKRI dan ideologi Pancasila.
Kompas, 8 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar