Tak sulit memahami, inisiatif dialog dan diplomasi datang dari Perancis. Di antara tiga negara Eropa penanda tangan kesepakatan nuklir Iran tahun 2015, kerap diistilahkan E3 (Perancis, Jerman, dan Inggris), Perancis relatif paling dekat dari Iran. Empat tahun lalu, hanya berselang sekitar dua pekan setelah kesepakatan nuklir ditandatangani di Vienna, Perancis mengirim Menteri Luar Negeri Laurent Fabius ke Teheran untuk menjalin kerja sama bisnis antarkedua negara, seiring dengan dicabutnya sanksi Iran pasca-kesepakatan itu.

Kerja sama itu dikonkretkan dalam kunjungan Presiden Iran Hassan Rouhani ke Perancis, Januari 2016. Sejumlah kontrak dan kesepakatan bisnis senilai puluhan miliar euro dijalin dalam pertemuannya dengan Presiden Perancis Francois Hollande, melibatkan perusahaan multinasional di negara itu, seperti produsen pesawat Airbus dan perusahaan otomotif Peugeot. Bagi Perancis, kesepakatan nuklir itu seperti menghidupkan lagi kepentingan bisnisnya di Iran.

Amerika Serikat (AS)—satu dari enam negara, selain China, Inggris, Perancis, Rusia, dan Jerman, penanda tangan kesepakatan nuklir 2015 dengan Iran—pada 8 Mei 2018 mundur dari kesepakatan dan menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran. Merasa dirugikan, Iran mengurangi komitmen pada kesepakatan nuklir dengan menambah stok uranium (di atas 300 kilogram) dan pengayaan uranium (lebih dari 3,67 persen), melampaui batas dalam kesepakatan.

Melalui pelanggaran itu, Iran ganti menekan kelompok E3 untuk memenuhi komitmen membantu Teheran dari tekanan sanksi AS. Selasa (9/7/2019), para menteri luar negeri E3 dan Uni Eropa mengeluarkan pernyataan agar Iran membatalkan langkah pengayaan dan penambahan stok uraniumnya. Bersamaan, Perancis mengirim utusan khusus, Emmanuel Bonne, ke Teheran untuk membuka dialog dengan Iran. Komunikasi dengan AS dilakukan oleh Presiden Macron melalui pembicaraan per telepon dengan Presiden AS Donald Trump.

Kita berharap, upaya dialog dan diplomasi Perancis akan bisa meredam ketegangan akibat konflik Iran-AS. Namun, situasi di lapangan yang terus diwarnai konfrontasi, perang tuduhan, gertakan, dan saling ancam antarpihak yang bertikai tak kondusif untuk mendukung diplomasi Perancis.

Terakhir, Kamis (11/7), Inggris menyebut Iran memblokade tanker Inggris di Selat Hormuz. Tuduhan ini dibantah Teheran. Pernyataan Inggris dirilis seusai Trump menegaskan akan menambah sanksi bagi Iran. AS juga merayu negara lain untuk membentuk koalisi pengamanan navigasi di kawasan Teluk.

Kerja keras Perancis merintis jalan dialog diapresiasi, tetapi negara itu melawan gelombang konfrontasi pihak-pihak bertikai. Perancis perlu mendapat dukungan negara lain, termasuk dari Indonesia, melalui diplomasi di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk terus menggulirkan penyelesaian lewat diplomasi, bukan kekuatan militer.


Kompas, 12 Juli 2019