Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas mencegah tindak pidana korupsi dan memantau penyelenggaraan pemerintahan negara.
Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tertuang dalam Pasal 6 Huruf d dan e Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Selain pencegahan dan membantu pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, KPK juga bertugas di bidang penindakan antikorupsi: mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan serta mengoordinasikan pemberantasan korupsi dengan aparat penegak hukum lain dan menyupervisi upaya pemberantasan korupsi pula.
KPK selama ini identik dengan penindakan. Apalagi, KPK acap kali menangkap tangan pelaku korupsi. Dari tahun 2004 hingga 2018 tercatat 998 orang terjerat korupsi, dari 887 penyidikan perkara yang ditangani KPK. Data jenis korupsi yang ditangani KPK, termasuk sebaran wilayah dan profesi pelaku korupsi, pun lengkap. Namun, laporan kegiatan pencegahan yang dilakukan oleh KPK belum jelas terlihat kecuali mendorong penyelenggara negara melaporkan harta kekayaan dan menetapkan status gratifikasi.
Padahal, UU No 30/2002 jelas menyebutkan, KPK berwenang menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi. KPK bisa melakukan kampanye antikorupsi di masyarakat, merancang dan menyosialisasikan pemberantasan korupsi, serta bekerja sama dengan berbagai pihak dalam pemberantasan korupsi.
Kesan KPK menekankan penindakan bisa dipahami karena selama ini mayoritas komisioner badan antirasuah itu berasal dari penegak hukum, seperti jaksa, polisi, dan advokat. Tidak banyak yang dari aktivis pencegahan korupsi.
Jika belajar dari pengalaman sejumlah negara yang bersih dari korupsi, yang setiap tahun dipublikasikan Transparency International (TI), pencegahan diutamakan untuk melahirkan generasi yang tidak korup. Tahun 2018, TI menyatakan, ada 10 negara yang relatif bersih dari korupsi, yaitu Denmark, Se- landia Baru, Singapura, Finlandia, Swedia, Swiss, Norwegia, Belanda, Kanada, dan Luksemburg. Indonesia berada di peringkat ke-89 dari 180 negara yang disurvei.
Sebagian dari negara terbersih dari korupsi itu tak memiliki komisi antikorupsi sekuat KPK. Melalui lembaga pendidikan, sikap antikorupsi ditularkan, tanpa harus menyatakan sebagai pendidikan antikorupsi. Buku antikorupsi disebarkan, perilaku penyelenggara negara yang antikorupsi diperlihatkan secara konsisten sehingga generasi berintegritas tinggi, terutama di sektor publik, pun bisa terus dilahirkan.
Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK menyadari pentingnya pencegahan untuk menutup celah korupsi dan menyelamatkan keuangan negara (Kompas, 3/7/2019). Pansel mencari sosok yang memiliki keahlian terkait pencegahan. Namun, upaya ini tak akan membuahkan hasil optimal tanpa kemauan politik (political will) dari pemerintah dalam arti luas, yakni eksekutif dan legislatif, untuk mewujudkannya. Hasil kerja Pansel akan dilaporkan kepada Presiden dan berujung dipilih oleh DPR. Pencegahan korupsi harus kian digalakkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar