Kamis (26/9/2019), DPR periode keempat pascareformasi ini menyetujui pengesahan rancangan undang-undang (RUU) yang pada era-era sebelumnya kerap ditolak dibahas. RUU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara adalah nama barunya. Pada era sebelumnya dinamai RUU Komponen Cadangan Pertahanan Negara.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menyerahkan tanggapan pemerintah terkait hasil pembahasan RUU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara menjadi Undang-undang kepada Wakil Ketua DPR Agus Hermanto dalam rapat paripurna DPR RI ke-11 Masa Sidang Tahun 2019-2020, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Selain pengesahan RUU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara menjadi Undang-undang, rapat juga mengagendakan pengambilan keputusan RUU tentang Ekonomi Kreatif, dan RUU tentang Perkoperasian.

Dengan disetujui RUU ini menjadi UU, sah sudah pelibatan rakyat sebagai komponen cadangan pertahanan negara. Warga negara Indonesia berusia minimal 18 tahun dan maksimal 35 tahun, yang sehat jasmani dan rohani, berhak mendaftar. Setelah lewat seleksi, pelatihan dasar kemiliteran, penetapan akan dilakukan. Pendaftar yang lolos seleksi harus mengikuti pelatihan dasar kemiliteran selama tiga bulan.

Dalam hal seluruh atau sebagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam keadaan darurat militer atau keadaan perang, Presiden bisa menyatakan mobilisasi komponen cadangan guna memperbesar kekuatan dan kemampuan TNI sebagai komponen utama. Penggunaan komponen cadangan ini di bawah komando Panglima TNI.

Saat mengikuti pelatihan hingga melaksanakan pengabdian dan mobilisasi sebagai komponen cadangan sampai usia 47 tahun, akan terikat hukum militer. Setiap komponen cadangan yang dengan sengaja membuat dirinya tak memenuhi panggilan mobilisasi atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan dirinya terhindar dari mobilisasi akan dikenai pidana penjara paling lama empat tahun.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Deretan bangku kosong mewarnai rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke-11 Masa Sidang Tahun 2019-2020 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Rapat yang dijadwalkan pada pukul 10.00 WIB itu baru dimulai pada pukul 11.45 WIB. Pada kesempatan itu, DPR mengesahkan hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2019-2024 dan tiga rancangan undang-undang menjadi undang-undang, yaitu RUU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara, RUU tentang Ekonomi Kreatif, dan RUU tentang Perkoperasian.

Terkejutkah? Sudah pasti. RUU ini lolos dari perhatian publik. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sudah meminta DPR menundanya sebab tidak mendesak dan masih minim pelibatan aspirasi publik. Pendekatannya pun dinilai terlalu militeristik. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan RUU PSDN tidak militeristik. Namun, dia mengakui pembahasan RUU tidak banyak dilakukan.

Di banyak negara, sesungguhnya peraturan wajib militer telah dicabut, seperti Ceko, Hongaria, Bosnia, dan Jerman. Banyak negara menilai wajib militer bisa mengganggu roda ekonomi dan mengganggu tingkat produktivitas angkatan kerja. Kini, strategi mereka justru lebih menitikberatkan pada penguatan teknologi dan tentara profesional.

Jajak pendapat yang pernah dilakukan harian Kompas pada 2007 menunjukkan, masyarakat justru khawatir, pengerahan komponen cadangan justru dapat membentuk watak militeristik masyarakat yang kian kuat. Kekerasan akan menjadi kekuatan yang dominan dalam masyarakat. Kita semua tentu sepakat bela negara merupakan kewajiban warga negara. Undang-Undang Dasar 1945 pun telah menggariskannya. Namun, bela negara tak harus ditafsirkan sempit. Bela negara pun bisa diwujudkan seperti memerangi korupsi dan kemiskinan atau banyak profesi. Namun, palu sudah diketok. Bagi yang berkeberatan, tinggal Mahkamah Konstitusi salurannya.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO