Pasca-pembatalan penawaran saham perdana WeWork dua pekan lalu yang diikuti dengan mundurnya CEO WeWork Adam Neumann, investor dan publik menyoroti perilaku sejumlah CEO usaha rintisan. Di samping persoalan bisnis, ternyata investor juga mulai melihat kepribadian para eksekutif usaha rintisan itu.
Sukses bisnis tak hanya dilihat dari angka-angka, tetapi juga soal kehidupan pribadinya serta perilaku sehari-hari.
Setelah pertemuan para pemegang saham pekan lalu, Neumann harus turun dari jabatannya sebagai CEO usaha rintisan persewaan ruang kantor yang sempat bervaluasi 46 miliar dollar AS, tetaoi kemudian diturunkan menjadi sekitar 15 milliar dollar AS itu. Semua bermula ketika WeWork hendak melantai ke bursa.
Calon investor di pasar uang mulai meneliti secara mendalam model bisnis dan yang tak dilupakan adalah perilaku Neumann. Ia mengakui bahwa sejak rencana IPO, banyak pihak lebih menyoroti dirinya.
Meski demikian, tak diketahui secara persis kepribadian Neumann yang diteliti secara mendalam oleh investor dan dinilai mengganjal kesuksesan bisnis WeWork pada masa depan. Informasi yang keluar hanya menyebutkan Neumann sangat ambisius, yang diduga menyebabkan ia tergoda untuk menaikkan valuasi usaha rintisan, serta impulsif karena pernah melarang karyawan makan daging di kantor.
Mengenai gaya hidupnya, ia kerap menggunakan pesawat jet pribadi dan tinggal di rumah mewah.
Sorotan terhadap perilaku CEO juga pernah dialamatkan ke CEO Theranos Elizabeth Anne Holmes dan CEO Uber Travis Kalanick. Ambisi terlalu besar dan juga mabuk dengan kebesaran sebagai pimpinan puncak usaha rintisan yang diraih dalam waktu cepat malah menjungkalkan mereka dari kursi tertinggi.
Elizabeth malah harus berurusan dengan hukum. Travis tak kalah tragis. Dia harus keluar dari perusahaan yang didirikannya. Media dan investor juga kadang terlalu berlebihan menilai mereka sehingga mungkin mereka menjadi merasa cepat besar dan tak bisa mengendalikan diri.
Kisah Elizabeth sangat unik. Ia berasal dari keluarga yang selalu sukses, baik dari keluarga ibu maupun ayahnya. Saat berusia 9 tahun, salah satu saudaranya mengobrol dengan Elizabeth, seperti dikutip di dalam buku Bad Blood karya John Carreyrou yang belum lama ini terbit.
"Apa keinginanmu ketika kamu menjadi dewasa?" tanya saudaranya itu. "Saya ingin menjadi miliader," jawab Elizabeth. "Tak ingin menjadi presiden?" tanya saudaranya kembali. "Tidak, presiden akan menikahiku karena aku miliarder," jawabnya.
"Saya ingin menjadi miliader," jawab Elizabeth.
Ambisinya tertanam sejak kecil karena orangtuanya memang membangun ambisi Elizabeth sejak dini. Percakapan itu menjadi pembuka dalam buku tersebut. Sepertinya John ingin mengungkapkan akar dari masalah Elizabeth dengan mengungkapkan fakta itu. Ia mungkin juga hendak memperlihatkan ambisi yang mungkin lama-lama menjadi sebuah kesombongan ketika pada usia dini, sekitar 22 tahun, ia telah menapaki puncak karier pada usaha rintisan.
Pembahasan pengaruh kepribadian pendiri dan CEO usaha rintisan terhadap kesuksesan bisnis sebenarnya sudah lama muncul. Hampir semua pihak melihat pribadi yang sabar, sebagaimana orangtua merawat bayi, dalam merawat usaha rintisan menjadi kunci sukses awal dari para eksekutif usaha rintisan. Usaha rintisan bukanlah seperti sulap yang dalam tempo singkat menghasilkan kesuksesan.
Mereka telah jatuh bangun dalam membangun usahanya. Pada titik inilah kepribadian CEO usaha rintisan sudah bisa dilihat. Tidak cukup hanya menilai, semisal dia adalah orang yang berani mengambil risiko, kemudian menjadi keputusan bahwa seseorang cocok menjadi CRO atau tidak. Di fase itu pulalah seorang CEO yang terlalu cepat merasa besar perlu diwaspadai.
Berbagai karakter CEO sukses pernah dianalisis. Tipe-tipe CEO juga menjadi pembahasan. Dari semua itu, pada akhirnya mereka yang bertahan adalah mereka yang mengetahui kekuataan dan kelemahannya.
Kedua hal ini sangat mungkin diketahui ketika mereka sabar membesarkan usaha rintisan. Hal ini mungkin menjadikan seseorang CEO tak mudah menjadi besar kepala ketika mulai menapaki sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar