Mantan PM Australia mengungkapkan harapan besar peningkatan kerja sama ekonomi RI-Australia dengan adanya Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif (IA-CEPA).
Harapan disampaikan Malcolm Turnbull pada kuliah umum tentang hubungan RI-Australia di Universitas Indonesia, Selasa (1/10/2019). Selama ini hubungan ekonomi kedua negara dinilai belum mencerminkan status keduanya sebagai dua perekonomian besar yang bertetangga dekat.
Indonesia selama ini hanya urutan ke-14 mitra dagang Australia dan pangsa ekspor Indonesia ke Australia hanya 1,6 persen dari total ekspor Indonesia (Kompas, 2/1/2019). IA-CEPA yang dibahas sejak 2010 dan disepakati Maret 2019 kini masih menunggu persetujuan parlemen kedua negara. IA-CEPA itu sendiri merupakan kemitraan komprehensif di bidang perdagangan barang, jasa, investasi, dan kerja sama ekonomi.
Dari sisi Indonesia, IA-CEPA dinilai sangat menjanjikan, selain karena iming-iming potensi arus investasi Australia ke Indonesia, Australia juga berkomitmen menghapus bea masuk impor untuk sekitar 7.000 pos tarif komoditas ekspor dari Indonesia, dari sebelumnya 5 persen menjadi nol persen.
Produk Indonesia yang diuntungkan dari fasilitas ini di antaranya tekstil, herbisida, pestisida, produk pangan, seperti kopi dan cokelat; serta kertas dan permesinan. Sebaliknya, Australia memiliki daftar tak kalah panjang yang tak sabar untuk segera memanfaatkan kian terbukanya akses ke pasar domestik Indonesia yang sangat besar, khususnya pangan, seperti sapi, gandum, hortikultura; produk baja, tembaga, dan plastik, serta industri jasa, seperti kesehatan; pertambangan, telekomunikasi, pariwisata, dan pendidikan.
Di satu sisi, kesepakatan bilateral/regional menawarkan perluasan akses pasar dan peluang ekonomi yang kian terbuka di tengah macetnya rezim multilateralisme dan tren proteksionisme global. Namun, agar tak jadi bumerang, Indonesia harus mampu memanfaatkan secara optimal peluang yang ada. Dalam konteks IA-CEPA, ada kekhawatiran ini akan membuat neraca dagang kita yang selama ini selalu defisit kian babak belur. Selain pasar Australia tak terlalu besar, kesiapan pelaku usaha kita memanfaatkan potensi yang ada juga dipertanyakan. Australia lebih diuntungkan dengan kian terbukanya potensi dan akses pasar RI yang jauh lebih besar.
Dalam sejumlah kajian sebelumnya, Kementerian Perindustrian pernah mendesak dihentikannya dan dilakukannya renegosiasi sejumlah kesepakatan kerja sama bilateral/regional, termasuk dengan Jepang, China, dan Korsel karena tak ada manfaat signifikan buat kita. Menurut Kementerian Perdagangan, struktur perdagangan Indonesia dengan China dan Korsel tak berubah dengan adanya kesepakatan dagang. Ekspor kita tetap didominasi barang primer dan neraca perdagangan kita terus mengalami defisit yang kian membesar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar